Selasa, 10 Agustus 2010

Greenpeace Tanggapi Verifikasi Sepihak Sinar Mas - international.okezone.com

Greenpeace Tanggapi Verifikasi Sepihak Sinar Mas - international.okezone.com


Selasa, 10 Agustus 2010 - 20:10 wib
Fajar Nugraha - Okezone

JAKARTA – Greenpeace hari ini merespon verifikasi sepihak perusahaan perusak hutan Sinar Mas yang berisi audit Sinar Mas secara umum membenarkan temuan-temuan Greenpeace dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah membabat hutan dan lahan gambut.

Audit ini juga menunjukkan bahwa Sinar Mas telah beroperasi tanpa ijin yang dibutuhkan dan telah membuka lahan gambut dalam secara ilegal.

“Pemutarbalikan fakta yang dilakukan oleh Sinar Mas adalah usaha mereka untuk melindungi diri dan sama sekali tidak berarti apa-apa. Kami berkali-kali telah membuktikan bahwa Sinar Mas selalu menjanjikan sesuatu dan kemudian berbuat yang sebaliknya. Mereka menghancurkan lahan gambut dan menyebutnya sebagai manajemen air. Mereka menghancurkan hutan dan menyampaikan bahwa itu adalah lahan yang terdegradasi,” kata Bustar Maitar, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara.

“Sebaliknya, daripada menanggapi temuan-temuan kami yang menunjukkan bahwa mereka menghancurkan hutan dan lahan gambut, Sinar Mas malah melakukan greenwash untuk memperbaiki image mereka.”

Antara tahun 2007 sampai Juli 2010, Greenpeace merilis beberapa laporan yang membeberkan dampak operasi divisi pulp dan kertas serta kelapa sawit dari Kelompok Sinar Mas terhadap iklim, hutan, gambut serta habitat harimau dan orang-utan. Demikian keterangan pers yang disampaikan ke okezone di Jakarta, Selasa (10/8/2010)

Investigasi Greenpeace, yang terbaru pada Juli 2010, menunjukkan bahwa Sinar Mas masih terus membabat hutan dan gambut, melanggar komitmen mereka sendiri, bahkan ketika audit ini sedang dilaksanakan.

Sinar Mas baru-baru ini mengumumkan rencana ekspansi perkebunan kelapa sawit mereka (dari 430.000 hektar yang mereka punyai sekarang dengan tambahan 100.000 hektar di Kalimantan).

Mereka mengklaim hanya berekspansi di lahan terdegradasi, tetapi kenyataannya mereka menghancurkan hutan, termasuk area yang sangat penting bagi keberlangsungan orang utan dan lahan gambut kaya karbon.

Sebagai hasil, perusahaan konsumen penting mereka, termasuk Unilever, Nestlé, Kraft, Carrefour dan masih banyak lagi kini menghentikan pembelian dari Sinar Mas.

Pemerintah Indonesia harus menghentikan perusahaan seperti Sinar Mas menghancurkan hutan dan memperparah perubahan iklim.

Pemerintah Indonesia harus memastikan komitmen moratorium mencakup penghentian pada semua perusakan hutan, termasuk pada izin di area hutan yang sudah diberikan, serta memastikan perlindungan segera lahan gambut.
Dan perusahaan konsumen harus memastikan bahwa mereka tidak terkait dengan perusakan hutan dengan mengeluarkan Sinar Mas dari rantai suplai mereka.
(faj)

Senin, 02 Agustus 2010

Bagaimana Ekonomi Kalteng, Calon Ibukota RI?

http://bisnis.vivanews.com/news/read/168325-bagaimana-ekonomi-kalteng--calon-ibukota-ri-
Senin, 2 Agustus 2010;Heri Susanto

VIVAnews - Kota Palangkaraya, propinsi Kalimantan Tengah belakangan ini banyak disebut sebagai kota yang layak dijadikan ibukota Indonesia menggantikan Jakarta yang sudah penuh sesak.

Berbagai pendapat menganggap Palangkaraya memenuhi sejumlah kriteria. Di antaranya, wilayahnya sangat luas dan berpotensi dikembangkan, letaknya strategis berada di tengah-tengah Nusantara, serta relatif lebih aman dari gempa yang kerap turut menggetarkan Jakarta.

Namun, bagaimana dari kondisi ekonomi Kalimantan Tengah?

Salah satu ulasan mengenai kondisi ekonomi salah satu propinsi di Kalteng bisa dijumpai dari situs Bank Indonesia, yang secara rutin menyampaikan perkembangan Kajian Perekonomian Regional di seluruh propinsi di Indonesia, termasuk Kalteng.

Laporan kajian ekonomi Kalteng yang terakhir dirilis adalah kajian triwulan I 2010 yang dirilis baru-baru ini. Berdasarkan laporan itu, sesungguhnya anggaran pendapatan pemda Kalteng tergolong kecil, yakni hanya sekitar Rp1,5 triliun pada tahun lalu. Itu bersumber dari pendapatan asli daerah sebesar Rp465 miliar dan dana perimbangan dari pemerintah pusat lebih dari Rp1 triliun.

Dari sisi, produk domestik regional bruto, ekonomi Kalteng juga tergolong kecil, yakni dengan PDRB (harga konstan) hanya Rp16 triliun dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun 5-6 persen. "Kue ekonomi" sebanyak itu dibagi-bagi untuk sekitar 2 juta penduduk Kalteng yang terbesar di berbagai kota dan desa.

Ini sangat jauh dibandingkan DKI Jakarta yang kini menjadi ibukota RI. APBD 2009 lebih dari Rp22 triliun dan PDRB yang mencapai Rp370 triliun.

Sebagai propinsi dengan wilayah yang sangat luas, perekonomian Kalteng sangat bergantung pada pertanian, khususnya perkebunan. Bahkan, sektor ini menyumbang 33 persen dari produk domestik bruto Kalteng dan berperan menyumbang 1,49 persen dari total pertumbuhan 5 persen pada 2009.

Dominasi sektor pertanian, juga terlihat dari sisi investasi, serta ekspor. Investasi di propinsi ini banyak ditujukan untuk sektor pertanian. Pada triwulan I 2010, investasi domestik untuk sektor ini mencapai Rp7,7 triliun dan investasi asing sebesar US$2,4 miliar.

Sedangkan, untuk ekspor juga didominasi produk komoditas, seperti kelapa sawit, karet dan produk mineral batu bara. Sebagian ekspor ditujukan ke China, kemudian Jepang.

Dominasi produk komoditas ini, menurut Kepala BI Palangkaraya, Amanlison Sembiring, sangat berpengaruh terhadap tingkat konsumsi di masyarakat Kalteng. Saat harga komoditas tinggi, maka tingkat konsumsi juga meningkat.

Salah satu indikatornya, penjualan kendaraan bermotor roda dua meningkat pada triwulan I seiring dengan kenaikan harga komoditas," katanya seperti dikutip dalam laporan tersebut.

Dari sisi perbankan, sebenarnya kondisi keuangan di Kalteng masih relatif belum menonjol. Total kredit yang disalurkan di Kalteng mencapai Rp11 triliun, sedangkan dana pihak ketiga sekitar Rp8 triliun.

Tentunya, ini sangat jauh berbeda dengan ibukota Indonesia saat ini. Dana pihak ketiga perbankan di Jakarta saat ini mencapai hampir Rp1000 triliun atau seratus kali lipat ketimbang dana pihak ketiga perbankan di Kalteng.

Problem yang kerap dihadapi Kalimantan saat ini adalah masalah listrik, infrastruktur jalan, bandara dan pelabuhan, kekurangan investasi, serta pangan yang kerap didatangkan dari propinsi lainnya.
• VIVAnews

15 Bayi Positif HIV di Singkawang

http://nasional.vivanews.com/news/read/163542-15-bayi-positif-hiv-di-singkawang

VIVAnews - Penyebaran penyakit HIV/ AIDS mengkhawatirkan di Kalimantan Barat. Di Kota Singkawang, terdapat 430 warga yang menderita HIV/AIDS, terdiri dari 344 laki-laki dan 86 perempuan.

Dari data itu, terdapat 19 balita yang diduga kena, 15 di antaranya sudah dipastikan positif HIV/ AIDS. Saat ini mereka menjadi pasien Klinik Mawar RSUD Abdul Aziz Singkawang.

Berdasarkan data yang diperoleh dari tahun 2004 - 2010 dari Klinik Mawar, untuk wilayah Kota Singkawang, Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas, dari daerah lain jumlah seluruhnya 723 pasien.

Untuk wilayah Kabupaten Sambas ada 161 orang pasien, terdiri dari 120 dan 41 perempuan. Di Kabupaten Bengkayang, 99 pasien terdiri dari 71 laki laki dan 28 perempuan. Sementara daerah lain mencapai 43 orang, laki laki 23 orang dan perempuan 10 orang. Sebanyak 128 pasien meninggal dunia, terdiri laki laki 115 orang, dan perempuan 13 orang.

Sejak 2006, bayi tertular penyakit mematikan itu mencapai 19 orang, tahun 2006 ada 1 orang, 2007 ada 7 orang, 2008 ada 3 orang, 2009 dan 4 orang, dan 2010 sebanyak 4 orang. Pada 2007, seorang bayi terkena virus HIV/AIDS meninggal dunia.

Penanggung jawab Klinik Mawar RSUD Abdul Aziz Singkawang dr. Budi Enoch, meminta penderita HIV/AIDS jangan dimusuhi. Mereka sama seperti pasien penyakit lainnya.

"Penyakit HIV/AIDS harus menjadi perhatian pemerintah," kata Budi, Jum’at 9 Juli 2010, di Singkawang, Kalimantan Barat. Dia mengingatkan melakukan program pemeriksaan atau program Voluntary Conselling and Testing. Budi meminta kepada semua pihak harus menghilangkan stigma negatif yang selama ini bahwa, penderita HIV AIDS harus dijauhi.(np)

Laporan Aceng Mukaram | Singkawang
• VIVAnews

Manusia Kutil Dari Sambas

http://nasional.vivanews.com/news/read/165299-kutil-terus-memenuhi-tubuhnya

VIVAnews - Kondisi Abdul Hadi, 50 tahun, yang tubuhnya ditumbuhi banyak kutil, sampai saat ini masih memprihatinkan. Warga Desa Buduk Sempadang, Kecamatan Selakau, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat ini, hanya pasrah menerima nasib. Ia sudah menderita penyakit ini sejak berusia 12 tahun.

Abdul Hadi jauh dari berpunya. Ia menetap di rumah berukuran 3 x 5 meter yang berlantaikan papan yang sudah bolong-bolong. Kamar pun hanya satu. Terlihat jelas atap rumahnya sudah bocor. Di kala musim hujan, air masuk membasahi rumah.

Untuk mencapai daerah rumah Abdul Hadi yang terpencil, butuh waktu enam jam berjalan kaki dari jalan besar. Untuk mencapai daerah itu sangat sulit.

Ketika ditemui VIVAnews.com, Abdul Hadi menceritakan kutil yang tumbuh di tubuhnya semakin lama semakin berkembang biak. Yang membuat dia takut, saat digaruk, bentolan-bentolan itu mengeluarkan darah.

Dia sudah berusaha berobat ke dokter guna menyembuhkannya. “Saya hanya diberikan obat sekedarnya saja oleh dokter, saya tak tahu harus mengadu ke mana lagi,” katanya, setengah putus asa.

Pernah dia diperiksa oleh dokter ahli di rumah sakit. Namun, menurut hasil pemeriksaan, dirinya dinyatakan menderita penyakit TBC kulit. “Saya tak mengerti penyakit apa itu karena saya orang kampung,” ujarnya.

Toh, dia tetap berharap dapat sembuh dari penyakit yang sudah lama dideritanya ini. Menurutnya, harapan untuk sembuh selalu disimpannya di dalam hati.

Keseharian Abdul Hadi, yang telah memiliki istri dan dikaruniai tiga orang anak, diisi dengan bertani dan berladang. Meski tergolong miskin, namun dia mengaku tak pernah meminta bantuan siapapun.

Kegigihan dan semangatnya luar biasa. Meski sakit, dia terus bekerja untuk menafkahi keluarganya.

“Yang terpenting saya bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dan menghidupi keluarga tanpa meminta belas kasihan orang lain,” kata Abdul Hadi.

Syukurlah, warga sekitar tidak pernah mengejek atau memandangnya rendah. “Warga di sini sudah terbiasa dengan pemandangan di tubuh saya,” katanya. Dia juga tidak merasa minder atau rendah diri.

Ketika ditanya apakah ada upaya dari pemerintah setempat untuk membantunya menyembuhkan penyakit itu, dia bilang belum ada.

“Saya pasrah saja pada Tuhan. Semuanya telah terjadi,” katanya.

Kondisi yang dialami Abdul Hadi mengingatkan kita pada kasus Dede Koswara, 39 tahun. Hanya saja, Dede yang dikenal sebagai "Manusia Akar" itu lebih beruntung. Dia pernah mendapat bantuan menjalani operasi gratis dari pemerintah, meski kini kutilnya masih saja tumbuh. (Laporan: Aceng Mukaram, Pontianak | kd)
• VIVAnews