Jumat, 03 September 2010

Hukum Adat Daya' Pesaguan: BUAH GOLAU

Keberadaan kampung buah tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat Daya' Pesaguan Pokok Laik Kengkubang Jelayan, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Bagi mereka ( masyarakat Daya' Pesaguan ), keberadan kampung buah itu sangat berarti dan harus dijaga demi keberlangsungan anak cucu. Karenanya mereka akan langsung bereaksi ketika ada pihak-pihak yang akan merusak atau mengambil buah-buah tersebut jika tidak sesuai dengan kearifan lokal yang selalu dijunjung tinggi.

Dalam komunitas Daya' Pesaguan, kearifan lokal yang berkenaan dengan buah tersebut dikenal dengan Hukum Adat Buah Golau, hamboyang-palampangan, kampung-perumahan, tanam-tanaman.

Sesuai hukum adat ini diatur beberapa ketentuan adat mengenai tanaman buah-buahan, diantaranya soal larangan mengambil / merusak pohon buah-buahan, memanjat pohon durian didekat rumah atau ladang orang, soal larangan memotong dahan pohon buah, soal memenggal buah durian dan memotong akar limat dengan sengaja.

Rincian Hukum Adat ketika seseorang mengambil ( memanjat ) pohong buah yang sudah dihamboyangi ( yang sudah ditandai oleh pemiliknya ), atau merusak hamboyang maka orang tersebut akan dikenai Hukuman Adat Daya' Pesaguan Pokok Laik kengkubang Jelayan berupa sebuah tajau yang dalam bentuk piring sebanyak 5 singkar piring.

Masyarakat Adat Pesaguan juga akan menghukum siapa saja yang mengambil / memanjat buah-buahan mililk orang lain ( kampung-perumahan, tanaman tumbuhan ). Terhadap si pelanggar ketentuan adat ini dikenakan hukuman berupa 8 poko' babatu tajau ( 8 singkar piring + 1 tajau ).

Aturan hukum Adat Buah Golau berikutnya adalah mengatur soal Muntik Cabapadah-lalu'-cabatabi. Dalam kasus ini, barang siapa memanjat pohon durian atau pohon buah-buahan lainnya di dekat ruamh orang dan tanpa memberitahukan kepada tuan rumah serta tidak diberi hasil panjatan maka si pelanggar akan dikenai hukuman adat paling sedikit sebuah tajau dan paling banyak 8 poko' babatu tajau ( muntik cabapadah -lalu'-cabatabi ).

Memanjat pohon durian atau pohon buah-buahan lainnya didekat ladang orang lainpun diatur dalam Hukum Adat Buah Golau ini. Apalagi jika si pelanggar tersebut selain juga tidak memberikan hasil buah panjatannya kepada si pemilik maka dia akan dikenai hukuman berupa sebuah tajau ( carucuh carubu', cambarang samadi' ).

Meski kelihatannya sepele, aturan berikutnya yang bisa dianggap melanggar hukum Adat Buah Golau dalam komunitas Daya' Pesaguan adalah ketika seseorang memantuh ( memotong dahan ) mentawa, kapul dan buah lain yang bukan "buah pantuhan".
Menurut Rajiin, salah seorang tokoh masyarakat Daya' Pesaguan, ketentuan boleh tidaknya memantuh ini penting demi kebelanjutan tanaman buah-buahan. Buah yang dahannya bisa dipantuh adalah rambutan, linang, sibau dan keriatak. Sedangkan jenis tanaman buah yang tidak bisa dipantuh seperti mentawa, kapul, durian dan pekawai. Terhadap pelanggaran aturan memantuh ini sipelaku akan dikenakan hukuman adat berupa sedahan sesingkar mangkok.

Hal lain yang juga tidak diperbolehkan ialah ketika seseorang ( siapa saja ) memotong ( memenggal ) buah durian secara melintang. Bagi masyarakat Daya' Pesaguan memotong durian secara melintang adalah tindakan yang sangat dilarang.
"Pelarangan terhadap memotong durian dengan dipenggal melintang ini karena menyangkut pantang punti / pantangan. Bisa saja ketika memotong durian ini tangannya terluka atau bahkan tertimpa buah durian. Sehingga sangat dilarang," ungkap Rajiin. Jika kasus seperti ini terjadi maka si pelanggar akan dikenakan hukuman paling rendah sesingkar piring dan paling tinggi sebuah tajau.

Masih terkait dengan pemotongan jenis buah berduri Rajiin menjelaskan, bahwa ada pengecualian untuk buah tertentu, " Buah berduri seperti kusik dan terotongan memang bisa dipotong secara melintang karena pertimbangan bahwa kedua buah ini sangat sulit ketika akan membuka buahnya. Beda dengan buah durian atau pekawai yang mudah untuk membukanya karena memiliki sapai / garis pembagian buahnya."

Jenis buah berikutnya yang diatur dalam ketentuan adat ini adalah tanaman buah berakar seperti limat. Hukum Adat Buah Golau menyatakan bahwa barang siapa memontas (memotong) akar limat ini dengan dengan sengaja sehinmgga mengakibatkan limat tersebut mati, hukumannya adalah sebuah tajau ( dua singkar piring ).

Ketika musim buah tiba, setiap orang juga dilarang mengambil ( mencuri ) buah durian, pekawai, sedawak, terotongan, kusik atau buah lainnya yang sudah dituguran ( ditumpuk ) oleh seseorang. Untuk pelanggaran ini sipelaku akan dikenakan hukuman adat berupa ompat poko' babatu tapayn dan buahnya dikembalikan atau dibayar.

Demikianlah beberapa aturan dalan Hukum Adat Buah Golau yang berhubungan erat dengan kampung buah dalam komunitas Daya' Pesaguan. Aturan adat tersebut sudah turun tenurun dalam kehidupan mereka dan beberapa diantaranya masih dilakukan sesuai dengan ketentuannya. "Kearifan lokal ( Hukum Adat Buah Golau ) ini dilakukan demi kelestarian alam," ujar Rajiin.
(Andika Pasti)

Sumber: Majalah Kalimantan Review, no:174/XIX/Februari/2010

Tidak ada komentar:

Posting Komentar