Jumat, 03 September 2010

Pengobatan Daya' : MANUHIR

Manuhir merupakan sebuah pengobatan alternatif dari Dayak Ngaju. Pengobatan ini adalah sebuah proses untuk mengeluarkan tanda darah kotor yang terdapat pada seseorang yang harus dikeluarkan dari tubuh. Bilamana darah kotor ini tidak dikeluarkan menurut kepercayaan asli masyarakat dayak Ngaju maka orang tersebut akan mengalami mati berdarah seperti kecelakaan, disambar buaya atau tenggelam.

Orang yang dapat melihat adanya tanda darah kotor ini dinamakan Tampung. Manuhir adalah sebuah proses mengeluarkan darah dari jempol atau dari bagian tubuh lain seseorang dengan jalan mengiris / menyayat atau juga melukai, yang dalam bahasa Dayak Ngaju berarti Tuhir. Manuhir diperlukan karena untuk mengeluarkan darah dari orang yang mau diobati, sehingga ancaman atau gangguan dari luar dapat dihindari. Kuasa Tuhan yang Maha Kuasa / Jubata diperlukan untuk mengeluarkan darah itu dengan pembacaan doa-doa khusus yang ditujukan kepada seseorang yang akan diobati.
Tanda darah kotor ini bisa muncul dari sejak bayi atau sudah dewasa. Keberadaan tanda darah kotor ini bisa diketahui dari adanya "Pahuni" yang bisa dilihat oleh seseorang yang punya kemampuan untuk melihatnya. Orang yang mampu melihatnya harus memberitahukan kepada orang yang memiliki tanda darah kotor ini untuk di keluarkan karena kalau tidak maka bencana itu akan menimpa dirinya.

Syarat yang harus dilengkapi untuk mengeluarkan darah kotor ini yaitu: sebutir telur ayam kampung, sebatang jarum kecil, serpihan emas atau perak, sejumlah uang kertas yang digulung dan diletakkan di atas mangkuk putih yang berisi beras. Jarum digunakan untuk mengeluarkan darah dari ibu jari orang yang akan diobati. Dan serpihan emas atau perak untuk menutup bekas tusukan jarum pada tempat jalan keluar dari darah kotor dari jempol penderita. sedangkan telur ayam digunakan untuk membuat tepung tawarbagi penderita yaitu beras yang telah dimasukkan ke dalam telur ayam kampung yang telah dipecahkan terlebih dahulu.
R. Onasis

Sumber: Majalah Kalimantan Review no:174/XIX/Februari/2010

Cerita Daya' Mualang: ANTU GERGASI

Di suatu kampung yang terletak di dekat bibir Rimba belantara yang amat lebat serta tanahnya yang subur makmur dan tidak akan kekurangan segala sumber makan serta dikelilingi oleh banyak aliran sungai, hiduplah sebuah keluarga muda sepasang suami istri. Nama kepala keluarga muda ini ialah Demong Ranjuk dan istrinya yang cantik jelita dan ketika itu sedang mengandung anaknya yang pertama. Walau tidak disebutkan namanya, istri Demong Ranjuk yang rupawan ini memiliki rambut lurus, mata bening indah, bibir merak m,erekah, pipinya selalu merah apabila terkena sinar matahari bagaikan kena getah kayu rengas.

Seperti warga kampung lainya mereka juga berladang. Demong Ranjuk memiliki kegemaran berburu, maka dia memiliki banyak sekali anjing yang dipelihara untuk berburu. Anjing-anjing Demong Ranjuk ini sangat cekatan dan gesit.

Pada suatu saat istri Demong Ranjuk yang sedang hamil ini mengidam yang agak aneh yaitu dia ingin sekali makan hati pelanduk / kancil putih. Sudah berpuluh-puluh pelanduk didapatkan namun begitu hasilnya diperiksa hasilnya nihil karena warnanya sama seperti layaknya hati binatang lain. Demong Ranjuk selalu menenangkan hati istrinya untuk bersabar. Istrinya akhirnya tetap bersabar juga, walau ngidamnya agak aneh. Pasangan ini tidak lupa untuk selalu berdoa memohon petunjuk dari Petara ( Tuhan ) agar persoalan ini dapat di luruskan dan dijawab oleh Sang Petara. Tak lupa juga Demong Ranjuk untuk bertanya dan meminta bantuan kepada teman-teman dan tetua-tetua kampung tentang sebab musabab keanehan yang terjadi pada istrinya. Namun semua warga kampung menggelengkan kepala dan akhirnya menjawab tidak mengerti. Untuk menjawab segala teka-teki ini maka Demong Ranjuk sepakat dengan istrinya untuk berburu di hutan belantara dan bermalam di sana.

Pada suatu pagi yang cerah, sebelum matahari menyingsing, Demong Ranjuk telah berangkat ke hutan dengan satu harapan dapat menemukan hati pelanduk putih guna memenuhi ngidam istrinya. Dengan perbekalan yang sangat lengkap dan anjing-anjing pilihan, Demong Ranjuk pun berjalan melintasi hutan rimba belantara yang sangat lebat untuk pergi berburu.

Di suatu tempat yang agak lapang di bibir hutan, anjing-anjing Demong Ranjuk menyalak dengan suara yang sangat riuh ketika mereka melihat seekor babi hutan yang tua dan besar. Mendengar suara salakan anjing yang sangat ramai itu, demong Ranjuk pun segera memberi semangat kepada anjing-anjingnya untuk terus mengepung buruannya itu. Terbersit dalam pikiran Demong Ranjuk kalau pada saat ituanjing-anjingnya sedang menyalak karena menemukan seekor pelanduk putih. Namun setelah akhirnya melihat bahwa anjing-anjing tersebut menyalak karena melihat seekor babi hutan yang sangat besar dan sudah bertaring panjang, maka Demong Ranjukpun bertekat untuk membunuh babi hutanb yang sangat besar tersebut dan nantinya digunakan untuk membuat ramuan campuran daun ara bila sang istri tercinta kelak selesai bersalin. Demong Ranjuk kemudian menancapkan tombaknya ke arah rusuk babi besar tersebut dan babi itu pun kemudian jatuh tersungkur, namun masih hidup. Kemudian babi itu bangkit lagi dan melihat ke arah Demong Ranjuk dan ingin menyeruduk Demong Ranjuk. Karena Serangan babi ini lalu Demong Ranjuk secepat kilat mencabut parang dari sarungnya dan mengarahkan parang tersebut untuk memotong leher babi itu, namun salah sasaran. Parang Demong Ranjuk yang tajam dan besar itu mengenai akar blungkak. Dan nasib sialpun dialami olehnya, parang Demong Ranjuk itu memantul dan malah memotong kepalanya sendiri hingga putus. Kepala Demong Ranjuk yang terpotong itu kemudian terjatuh ke dalam jurang yang amat dalam. Namun tangan Demong Ranjuk terus meraba-raba untuk mencari kepalanya dan akhirnya tangan Demong Ranjuk berhasil menggapai kepala anjing berburunya yang paling besar. Dalam kepanikannya itu Demong Ranjuk akhirnya dengan nekat memotong kepala anjing itu hingga putus dan menancapkan kepala anjing itu ke lehernya dan keajaiban kemudian terjadi. Kepala anjing tersebut langsung menempel dilehernya dan menyatu dengan leher Demong Ranjuk. Dengan kejadian itu akhirnya Demong Ranjukpun berubah menjadi " Manusia yang Berkepala Anjing".

Karena kejadian ini Demong Ranjuk pun malu untuk pulang ke kampungnya dan bertemu dengan istri tercinta yang sedang mengandung anak pertamanya. Dia sangat malu karena kenyataan pahit yang dialami dalam hidupnya ini, memang Demong Ranjuk masih hidup seperti manusia tapi kepalanya sudah berubah menjadi kepala seekor anjing. Dengan kenyataan ini akhirnya Demong Ranjuk memilih untuk hidup mengembara dan tinggal di dalam hutan secara berpindah-pindah. Dia juga membangun pondok untuk dirinya dan anjing-anjingnya. Di setiap pondok yang dibangunnya dia menanam pohon pinang yang dulu dibawanya dari dari rumah sebagai kenang-kenangan.

Dengan berlalunya waktu, Demong Ranjuk sudah bertahun-tahun tinggal dan mengembara di hutan dan keadaan tubuhnyapun mulai berubah. Tubuhnya ditubuhi oleh bulu merah dan rupanya menjadi semakin seram. Anjing-anjingnyapun berubah wujud menjadi burung-burung engkererek. Demong RAnjuk sekarang tidak bebrburu pada siang hari lagi akan tetapi berubah menjadi pada saat malam. Demong RAnjuk sudah berubah menjadi Antu Gergasi.

Sepertinya dengan Demong Ranjuk, istrinyapun sudah melahirkan seorang anak laki-laki dan dan tumbuh menjadi seorang pemuda yang tampan dan gagah. Tak terasa waktu berlalu selama 20 tahun sejak kejadian di hutan saat Demong Ranjuk pergi berburu.

Pada suatu saat Istri Demong Ranjuk terkejut saat ia mendengar pertanyyan putranya yang menanyakan tentang keberadaan bapaknya kepada sang ibu. Istri Demong Ranjuk pun tak dapat membendung air matanya karena terkenang akan suami tercintanya yang telah dihilang bagai ditelan bumi. Akhirnya istri Demong Ranjuk pun menceritakan keadaan sesungguhnya kepada sang anak tentang bapaknya. Mengapa sang bapak pergi dan bagaimana sang bapak berusaha mencari hati pelanduk putih yang diidamkannya ketika si anak masih berada dalam kandungannya. Mendengar cerita itu, pada suatu hari sang anak pamit kepada ibunya untuk mencari sang bapak di dalam rimba. Atas permintaan itu, sang ibu memberi ijin dan petunjuk tentang sang bapak. kalau sang anak melihat pohon pinag yang tumbuh di dalam hutan itulah tanda-tanda yang telah ditinggalkan oleh sang bapak di dalam rimba. Setelah itu berangkatlah sang anak ke dalam hutan untuk sanag bapak. Di dalam hutan dia menemukan banyak bekas pondok dan pohon pinang. Dari bekas pondok ke pondok dia terus menyusuri jejak sang bapak. Pada pondok ke tujuh , dia melihat pinang yang sangat lebat dan ada tanda sapa dari kejauhan.
Di tempat itu sang anak melihat sesosok makhluk yang bertubuh manusia dan berbulu merah serta berkepala anjing, nalurinya menyatakan bahwa itulah sang bapak dan sang bapak juga merasakan hal yang sama terhadap anaknya. Mereka berpelukan untuk melepas rindu mereka dalam pertemuan itu.

Tiga malam sang tinggal dalam pondok yang dibangun oleh sang bapak. Sang bapak karena keadaanya yang memilukan tidak pulang, karena dia sudah berubah menjadi Antu Gergasi. Dia hanya menitip salam untuk ibunya dan agar tetap tabah dan menerima kenyataan yang ada. Dan Sang Ayah meninggalkan pesan kepada anaknya untuk selalu diingat hingga ke anak cucunya nanti. Pesan bapak kepada sang anak, yaitu: "Bila kalian nanti sampai ke anak cucu dan turunan kalian mendengar ada orang berburu dan memanggil anjing-anjing di hutan, segeralah kalian membakar sabut pinang agar kalian tidak menjadi sasaran buruanku."

Cerita ini menjadi mitos dalam masyarakat suku Daya' Mualang. Hingga sampai saat ini jika oarang Daya' Mualang bermalam di pondok dalam hutan dan mendengar suara orang berburu malam dan suara burung engkererek, maka pasti mereka akan membakar sabut pinang agar Antu gergasi pergi dan berhenti, karena dia tahu kalau mereka masih keluarga dan orang Mualang.

Namun saat menjadi lain suara Antu Gergasi itu telah hilang dan berubah menjadi suara gemuruh buldoser yang membabat rimba untuk di sulap menjadi perkebunan sawit.
( Apollonaris. Sumber cerita: Perua (alm), kampung: Tapang Pulau, Sekadau. Cerita ini juga terdapat pada subsuku Daya' Rumpun Ibanik lainnya ).

Sumber: Majalah Kalimantan Review, No:174/XIX/Februari/2010.

Hukum Adat Daya' Pesaguan: BUAH GOLAU

Keberadaan kampung buah tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakat Daya' Pesaguan Pokok Laik Kengkubang Jelayan, Kecamatan Tumbang Titi, Kabupaten Ketapang. Bagi mereka ( masyarakat Daya' Pesaguan ), keberadan kampung buah itu sangat berarti dan harus dijaga demi keberlangsungan anak cucu. Karenanya mereka akan langsung bereaksi ketika ada pihak-pihak yang akan merusak atau mengambil buah-buah tersebut jika tidak sesuai dengan kearifan lokal yang selalu dijunjung tinggi.

Dalam komunitas Daya' Pesaguan, kearifan lokal yang berkenaan dengan buah tersebut dikenal dengan Hukum Adat Buah Golau, hamboyang-palampangan, kampung-perumahan, tanam-tanaman.

Sesuai hukum adat ini diatur beberapa ketentuan adat mengenai tanaman buah-buahan, diantaranya soal larangan mengambil / merusak pohon buah-buahan, memanjat pohon durian didekat rumah atau ladang orang, soal larangan memotong dahan pohon buah, soal memenggal buah durian dan memotong akar limat dengan sengaja.

Rincian Hukum Adat ketika seseorang mengambil ( memanjat ) pohong buah yang sudah dihamboyangi ( yang sudah ditandai oleh pemiliknya ), atau merusak hamboyang maka orang tersebut akan dikenai Hukuman Adat Daya' Pesaguan Pokok Laik kengkubang Jelayan berupa sebuah tajau yang dalam bentuk piring sebanyak 5 singkar piring.

Masyarakat Adat Pesaguan juga akan menghukum siapa saja yang mengambil / memanjat buah-buahan mililk orang lain ( kampung-perumahan, tanaman tumbuhan ). Terhadap si pelanggar ketentuan adat ini dikenakan hukuman berupa 8 poko' babatu tajau ( 8 singkar piring + 1 tajau ).

Aturan hukum Adat Buah Golau berikutnya adalah mengatur soal Muntik Cabapadah-lalu'-cabatabi. Dalam kasus ini, barang siapa memanjat pohon durian atau pohon buah-buahan lainnya di dekat ruamh orang dan tanpa memberitahukan kepada tuan rumah serta tidak diberi hasil panjatan maka si pelanggar akan dikenai hukuman adat paling sedikit sebuah tajau dan paling banyak 8 poko' babatu tajau ( muntik cabapadah -lalu'-cabatabi ).

Memanjat pohon durian atau pohon buah-buahan lainnya didekat ladang orang lainpun diatur dalam Hukum Adat Buah Golau ini. Apalagi jika si pelanggar tersebut selain juga tidak memberikan hasil buah panjatannya kepada si pemilik maka dia akan dikenai hukuman berupa sebuah tajau ( carucuh carubu', cambarang samadi' ).

Meski kelihatannya sepele, aturan berikutnya yang bisa dianggap melanggar hukum Adat Buah Golau dalam komunitas Daya' Pesaguan adalah ketika seseorang memantuh ( memotong dahan ) mentawa, kapul dan buah lain yang bukan "buah pantuhan".
Menurut Rajiin, salah seorang tokoh masyarakat Daya' Pesaguan, ketentuan boleh tidaknya memantuh ini penting demi kebelanjutan tanaman buah-buahan. Buah yang dahannya bisa dipantuh adalah rambutan, linang, sibau dan keriatak. Sedangkan jenis tanaman buah yang tidak bisa dipantuh seperti mentawa, kapul, durian dan pekawai. Terhadap pelanggaran aturan memantuh ini sipelaku akan dikenakan hukuman adat berupa sedahan sesingkar mangkok.

Hal lain yang juga tidak diperbolehkan ialah ketika seseorang ( siapa saja ) memotong ( memenggal ) buah durian secara melintang. Bagi masyarakat Daya' Pesaguan memotong durian secara melintang adalah tindakan yang sangat dilarang.
"Pelarangan terhadap memotong durian dengan dipenggal melintang ini karena menyangkut pantang punti / pantangan. Bisa saja ketika memotong durian ini tangannya terluka atau bahkan tertimpa buah durian. Sehingga sangat dilarang," ungkap Rajiin. Jika kasus seperti ini terjadi maka si pelanggar akan dikenakan hukuman paling rendah sesingkar piring dan paling tinggi sebuah tajau.

Masih terkait dengan pemotongan jenis buah berduri Rajiin menjelaskan, bahwa ada pengecualian untuk buah tertentu, " Buah berduri seperti kusik dan terotongan memang bisa dipotong secara melintang karena pertimbangan bahwa kedua buah ini sangat sulit ketika akan membuka buahnya. Beda dengan buah durian atau pekawai yang mudah untuk membukanya karena memiliki sapai / garis pembagian buahnya."

Jenis buah berikutnya yang diatur dalam ketentuan adat ini adalah tanaman buah berakar seperti limat. Hukum Adat Buah Golau menyatakan bahwa barang siapa memontas (memotong) akar limat ini dengan dengan sengaja sehinmgga mengakibatkan limat tersebut mati, hukumannya adalah sebuah tajau ( dua singkar piring ).

Ketika musim buah tiba, setiap orang juga dilarang mengambil ( mencuri ) buah durian, pekawai, sedawak, terotongan, kusik atau buah lainnya yang sudah dituguran ( ditumpuk ) oleh seseorang. Untuk pelanggaran ini sipelaku akan dikenakan hukuman adat berupa ompat poko' babatu tapayn dan buahnya dikembalikan atau dibayar.

Demikianlah beberapa aturan dalan Hukum Adat Buah Golau yang berhubungan erat dengan kampung buah dalam komunitas Daya' Pesaguan. Aturan adat tersebut sudah turun tenurun dalam kehidupan mereka dan beberapa diantaranya masih dilakukan sesuai dengan ketentuannya. "Kearifan lokal ( Hukum Adat Buah Golau ) ini dilakukan demi kelestarian alam," ujar Rajiin.
(Andika Pasti)

Sumber: Majalah Kalimantan Review, no:174/XIX/Februari/2010

HUKUM ADAT DAYA' JANGKANG: PATI NYAWA

Masyarakat Daya' menempatkan nyawa manusia pada posisi yang sangat tinggi. Meski tidak terdapat peraturan adat yang menyatakan nyawa ganti nyawa, tetapi ada peraturan adat yang dapat dianggap "menggantikannya". Peraturan adat ini dinamakan "PATI NYAWA". Secara umum adaq kesamaan peraturan adat pati nyawa ini dalam berbagai subsuku Daya', hanya istilahnya saja yang mungkin berbeda.

Dalam buku yang ditulis oleh R. Masri Sareb Putra ( 2010 ) yang berjudul " From Headhunter To Catholics, Studi Dan Pendekatan Semiotika Dayak Jangkang", terdapat kutipan tentang Hukum Adat Dayak mengenai Pati Nyawa ini.
Buku Hukum Adat Daya' Jangkang pada bab 24 pasal 1 dijelaskan bahwa Pati Nyawa adalah tuntutan adat bagi seseorang yang dibunuh atau terbunuh. Yang dapat dikenakan Hukum Adat PAti Nyawa yaitu orang yang meninggal dunia akibat kena tabrak kendaraan, jatuh dari kendaraan, kena senjata tajam atau diracuni. Meninggal akibat tersebut di atas bila ada asuransi maka tidak dikenakanpengganti alat tubuh manusia, tetapi jika tidak ada asuransi maka maka wajib membayar pengganti organ tubuh. Biaya penguburan ditanggung pelaku.

Ada enam komponen Adat Pati Nyawa yaitu:
1. Badan Adat terdiri dari 18 tael x 30 singkap mangkok = 540 singkap mangkok.
2. Kepala Adat terdiri dari 18 buah tajau / tempayan.
3. Sola Adat terdiri dari 18 omonk daging babi.
4. Beras Adat 200 kg.
5. Tuak Adat 2 tempayan besar masing-masing berisi 60 liter tuak.
6. Perlengkapan sayur mayur.

Untuk Adat Setengah Pati Nyawa yaitu peraturan yang dikenakan terhadap pelaku yang mengakibatkan seseorang yang lain mengalami luka parah. Hukum Adat ini wajib dibayarkan sesegera mungkin. Biaya hukuman Adat ini dapat di kurangi dari jumlah biaya berobat.
Sedangkan akibat luka parah yang mengakibatkan seseorang lumpuh, maka si penyebab kecelakaan wajib membayar hukuman Adat Setengah Pati Nyawa diluar biaya berobat ( tidak dibebani biaya hidup ). Adapun rincian Hukum Adat Setengah Pati Nyawa adalah sebagai berikut:
1. Badan Adat terdiri dari 9 tael x 30 singkap mangkok = 270 singkap mangkok.
2. Kepala Adat terdiri dari 9 buah tajau / tempayan.
3. Sola Adat 9 omongk daging babi.
4. Beras Adat 100 kg.
5. Tuak Adat 1 tempayan berisi 60 liter tuak.
6. Perlengkapan sayur mayur.

Untuk warga Daya' Jangkang yang meninggal karena dibunuh secara sengaja ( direncanakan ), maka pihak keluarga dapat menuntut Hukum Adat Pati Nyawa dan Pengganti Organ Tubuh / Akibat Kehilangan Nyawa. Ini merupakan Hukuman Adat yang paling berat.
Hukuman Adat Pengganti organ tubuh manusia ini seperti termuat dalam buku Hukum Adat Daya' Jangkang pada Bab 27 pasal 1 adalah sebagai berikut:
1. Darah ( Tuak Pati ): 1 buah tajau berisi tuak 60 liter.
2. Rambut: 1 lusin benang hitam.
3. Tempurung Kepala: 1 buah bokor tembaga.
4. Biji Mata: 2 buah lotos.
5. Daun Telinga: 2 buah par tembaga.
6. Lubang Hidung: 2 batang pipa besi.
7. Batang Hidung: 1 buah oncoi tembaga.
8. Mulut: 1 buah pipa tembaga 4 persegi panjang.
9. Gigi: 7 buah beliung.
10. Suara: 1 buah gong naga.
11. Kulit: 1 kayu ( sekitar 20 m ) kain putih.
12. Otak: 1 karung tepung terigu.
13. Tulang punggung: 1 batang besi parang.
14. Tulang rusuk: 1 batang besi parang.
15. Tulang pinggang: 1 batang besi parang.
16. Tulang tangan: 2 batang besi parang.
17. Tulang paha: 1 batang besi paha.
18. Tulang lutut: 2 buah pipa tembaga.
19. Tulang betis: 1 batang besi bulat ( 8 m ).
20. Jari tangan: 2 buah serampang besi.
21. Jari kaki: 2 buah serampang besi.
22. Kuku: 20 buah skop/cangkul.
23. Telapak tangan: 2 buah talam tembaga.
24. Telapak kaki: sandal kulit.
25. Pergelangan tangan: 2 buah gima putih.
26. Urat-urat: 10 kg kawat.
27. Kemaluan: 1 buah lila.
28. Biji kemaluan: 2 pasang giring-giring tembaga.
29. Kerangka badan: 1 buah tajau hijau naga.
Total ada 29 komponen tubuh yang harus diganti dengan barang adat.
Penggantian dalam bentuk uang terhadap hukuman adat ini dimungkinkan bila sudah sangat terpaksa karena barang-barang yang diperlukan tidak dapat ditemukan / diperoleh. Sebisa mungkin hukuman adat ini dalam bentuk barang sehingga makna Hukum Adat benar-benar terasa.

Sumber: Majalah Kalimantan Review, 179/XIX/Juli 2010.

Selasa, 10 Agustus 2010

Greenpeace Tanggapi Verifikasi Sepihak Sinar Mas - international.okezone.com

Greenpeace Tanggapi Verifikasi Sepihak Sinar Mas - international.okezone.com


Selasa, 10 Agustus 2010 - 20:10 wib
Fajar Nugraha - Okezone

JAKARTA – Greenpeace hari ini merespon verifikasi sepihak perusahaan perusak hutan Sinar Mas yang berisi audit Sinar Mas secara umum membenarkan temuan-temuan Greenpeace dan menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah membabat hutan dan lahan gambut.

Audit ini juga menunjukkan bahwa Sinar Mas telah beroperasi tanpa ijin yang dibutuhkan dan telah membuka lahan gambut dalam secara ilegal.

“Pemutarbalikan fakta yang dilakukan oleh Sinar Mas adalah usaha mereka untuk melindungi diri dan sama sekali tidak berarti apa-apa. Kami berkali-kali telah membuktikan bahwa Sinar Mas selalu menjanjikan sesuatu dan kemudian berbuat yang sebaliknya. Mereka menghancurkan lahan gambut dan menyebutnya sebagai manajemen air. Mereka menghancurkan hutan dan menyampaikan bahwa itu adalah lahan yang terdegradasi,” kata Bustar Maitar, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara.

“Sebaliknya, daripada menanggapi temuan-temuan kami yang menunjukkan bahwa mereka menghancurkan hutan dan lahan gambut, Sinar Mas malah melakukan greenwash untuk memperbaiki image mereka.”

Antara tahun 2007 sampai Juli 2010, Greenpeace merilis beberapa laporan yang membeberkan dampak operasi divisi pulp dan kertas serta kelapa sawit dari Kelompok Sinar Mas terhadap iklim, hutan, gambut serta habitat harimau dan orang-utan. Demikian keterangan pers yang disampaikan ke okezone di Jakarta, Selasa (10/8/2010)

Investigasi Greenpeace, yang terbaru pada Juli 2010, menunjukkan bahwa Sinar Mas masih terus membabat hutan dan gambut, melanggar komitmen mereka sendiri, bahkan ketika audit ini sedang dilaksanakan.

Sinar Mas baru-baru ini mengumumkan rencana ekspansi perkebunan kelapa sawit mereka (dari 430.000 hektar yang mereka punyai sekarang dengan tambahan 100.000 hektar di Kalimantan).

Mereka mengklaim hanya berekspansi di lahan terdegradasi, tetapi kenyataannya mereka menghancurkan hutan, termasuk area yang sangat penting bagi keberlangsungan orang utan dan lahan gambut kaya karbon.

Sebagai hasil, perusahaan konsumen penting mereka, termasuk Unilever, Nestlé, Kraft, Carrefour dan masih banyak lagi kini menghentikan pembelian dari Sinar Mas.

Pemerintah Indonesia harus menghentikan perusahaan seperti Sinar Mas menghancurkan hutan dan memperparah perubahan iklim.

Pemerintah Indonesia harus memastikan komitmen moratorium mencakup penghentian pada semua perusakan hutan, termasuk pada izin di area hutan yang sudah diberikan, serta memastikan perlindungan segera lahan gambut.
Dan perusahaan konsumen harus memastikan bahwa mereka tidak terkait dengan perusakan hutan dengan mengeluarkan Sinar Mas dari rantai suplai mereka.
(faj)

Senin, 02 Agustus 2010

Bagaimana Ekonomi Kalteng, Calon Ibukota RI?

http://bisnis.vivanews.com/news/read/168325-bagaimana-ekonomi-kalteng--calon-ibukota-ri-
Senin, 2 Agustus 2010;Heri Susanto

VIVAnews - Kota Palangkaraya, propinsi Kalimantan Tengah belakangan ini banyak disebut sebagai kota yang layak dijadikan ibukota Indonesia menggantikan Jakarta yang sudah penuh sesak.

Berbagai pendapat menganggap Palangkaraya memenuhi sejumlah kriteria. Di antaranya, wilayahnya sangat luas dan berpotensi dikembangkan, letaknya strategis berada di tengah-tengah Nusantara, serta relatif lebih aman dari gempa yang kerap turut menggetarkan Jakarta.

Namun, bagaimana dari kondisi ekonomi Kalimantan Tengah?

Salah satu ulasan mengenai kondisi ekonomi salah satu propinsi di Kalteng bisa dijumpai dari situs Bank Indonesia, yang secara rutin menyampaikan perkembangan Kajian Perekonomian Regional di seluruh propinsi di Indonesia, termasuk Kalteng.

Laporan kajian ekonomi Kalteng yang terakhir dirilis adalah kajian triwulan I 2010 yang dirilis baru-baru ini. Berdasarkan laporan itu, sesungguhnya anggaran pendapatan pemda Kalteng tergolong kecil, yakni hanya sekitar Rp1,5 triliun pada tahun lalu. Itu bersumber dari pendapatan asli daerah sebesar Rp465 miliar dan dana perimbangan dari pemerintah pusat lebih dari Rp1 triliun.

Dari sisi, produk domestik regional bruto, ekonomi Kalteng juga tergolong kecil, yakni dengan PDRB (harga konstan) hanya Rp16 triliun dengan rata-rata pertumbuhan ekonomi per tahun 5-6 persen. "Kue ekonomi" sebanyak itu dibagi-bagi untuk sekitar 2 juta penduduk Kalteng yang terbesar di berbagai kota dan desa.

Ini sangat jauh dibandingkan DKI Jakarta yang kini menjadi ibukota RI. APBD 2009 lebih dari Rp22 triliun dan PDRB yang mencapai Rp370 triliun.

Sebagai propinsi dengan wilayah yang sangat luas, perekonomian Kalteng sangat bergantung pada pertanian, khususnya perkebunan. Bahkan, sektor ini menyumbang 33 persen dari produk domestik bruto Kalteng dan berperan menyumbang 1,49 persen dari total pertumbuhan 5 persen pada 2009.

Dominasi sektor pertanian, juga terlihat dari sisi investasi, serta ekspor. Investasi di propinsi ini banyak ditujukan untuk sektor pertanian. Pada triwulan I 2010, investasi domestik untuk sektor ini mencapai Rp7,7 triliun dan investasi asing sebesar US$2,4 miliar.

Sedangkan, untuk ekspor juga didominasi produk komoditas, seperti kelapa sawit, karet dan produk mineral batu bara. Sebagian ekspor ditujukan ke China, kemudian Jepang.

Dominasi produk komoditas ini, menurut Kepala BI Palangkaraya, Amanlison Sembiring, sangat berpengaruh terhadap tingkat konsumsi di masyarakat Kalteng. Saat harga komoditas tinggi, maka tingkat konsumsi juga meningkat.

Salah satu indikatornya, penjualan kendaraan bermotor roda dua meningkat pada triwulan I seiring dengan kenaikan harga komoditas," katanya seperti dikutip dalam laporan tersebut.

Dari sisi perbankan, sebenarnya kondisi keuangan di Kalteng masih relatif belum menonjol. Total kredit yang disalurkan di Kalteng mencapai Rp11 triliun, sedangkan dana pihak ketiga sekitar Rp8 triliun.

Tentunya, ini sangat jauh berbeda dengan ibukota Indonesia saat ini. Dana pihak ketiga perbankan di Jakarta saat ini mencapai hampir Rp1000 triliun atau seratus kali lipat ketimbang dana pihak ketiga perbankan di Kalteng.

Problem yang kerap dihadapi Kalimantan saat ini adalah masalah listrik, infrastruktur jalan, bandara dan pelabuhan, kekurangan investasi, serta pangan yang kerap didatangkan dari propinsi lainnya.
• VIVAnews

15 Bayi Positif HIV di Singkawang

http://nasional.vivanews.com/news/read/163542-15-bayi-positif-hiv-di-singkawang

VIVAnews - Penyebaran penyakit HIV/ AIDS mengkhawatirkan di Kalimantan Barat. Di Kota Singkawang, terdapat 430 warga yang menderita HIV/AIDS, terdiri dari 344 laki-laki dan 86 perempuan.

Dari data itu, terdapat 19 balita yang diduga kena, 15 di antaranya sudah dipastikan positif HIV/ AIDS. Saat ini mereka menjadi pasien Klinik Mawar RSUD Abdul Aziz Singkawang.

Berdasarkan data yang diperoleh dari tahun 2004 - 2010 dari Klinik Mawar, untuk wilayah Kota Singkawang, Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Sambas, dari daerah lain jumlah seluruhnya 723 pasien.

Untuk wilayah Kabupaten Sambas ada 161 orang pasien, terdiri dari 120 dan 41 perempuan. Di Kabupaten Bengkayang, 99 pasien terdiri dari 71 laki laki dan 28 perempuan. Sementara daerah lain mencapai 43 orang, laki laki 23 orang dan perempuan 10 orang. Sebanyak 128 pasien meninggal dunia, terdiri laki laki 115 orang, dan perempuan 13 orang.

Sejak 2006, bayi tertular penyakit mematikan itu mencapai 19 orang, tahun 2006 ada 1 orang, 2007 ada 7 orang, 2008 ada 3 orang, 2009 dan 4 orang, dan 2010 sebanyak 4 orang. Pada 2007, seorang bayi terkena virus HIV/AIDS meninggal dunia.

Penanggung jawab Klinik Mawar RSUD Abdul Aziz Singkawang dr. Budi Enoch, meminta penderita HIV/AIDS jangan dimusuhi. Mereka sama seperti pasien penyakit lainnya.

"Penyakit HIV/AIDS harus menjadi perhatian pemerintah," kata Budi, Jum’at 9 Juli 2010, di Singkawang, Kalimantan Barat. Dia mengingatkan melakukan program pemeriksaan atau program Voluntary Conselling and Testing. Budi meminta kepada semua pihak harus menghilangkan stigma negatif yang selama ini bahwa, penderita HIV AIDS harus dijauhi.(np)

Laporan Aceng Mukaram | Singkawang
• VIVAnews

Manusia Kutil Dari Sambas

http://nasional.vivanews.com/news/read/165299-kutil-terus-memenuhi-tubuhnya

VIVAnews - Kondisi Abdul Hadi, 50 tahun, yang tubuhnya ditumbuhi banyak kutil, sampai saat ini masih memprihatinkan. Warga Desa Buduk Sempadang, Kecamatan Selakau, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat ini, hanya pasrah menerima nasib. Ia sudah menderita penyakit ini sejak berusia 12 tahun.

Abdul Hadi jauh dari berpunya. Ia menetap di rumah berukuran 3 x 5 meter yang berlantaikan papan yang sudah bolong-bolong. Kamar pun hanya satu. Terlihat jelas atap rumahnya sudah bocor. Di kala musim hujan, air masuk membasahi rumah.

Untuk mencapai daerah rumah Abdul Hadi yang terpencil, butuh waktu enam jam berjalan kaki dari jalan besar. Untuk mencapai daerah itu sangat sulit.

Ketika ditemui VIVAnews.com, Abdul Hadi menceritakan kutil yang tumbuh di tubuhnya semakin lama semakin berkembang biak. Yang membuat dia takut, saat digaruk, bentolan-bentolan itu mengeluarkan darah.

Dia sudah berusaha berobat ke dokter guna menyembuhkannya. “Saya hanya diberikan obat sekedarnya saja oleh dokter, saya tak tahu harus mengadu ke mana lagi,” katanya, setengah putus asa.

Pernah dia diperiksa oleh dokter ahli di rumah sakit. Namun, menurut hasil pemeriksaan, dirinya dinyatakan menderita penyakit TBC kulit. “Saya tak mengerti penyakit apa itu karena saya orang kampung,” ujarnya.

Toh, dia tetap berharap dapat sembuh dari penyakit yang sudah lama dideritanya ini. Menurutnya, harapan untuk sembuh selalu disimpannya di dalam hati.

Keseharian Abdul Hadi, yang telah memiliki istri dan dikaruniai tiga orang anak, diisi dengan bertani dan berladang. Meski tergolong miskin, namun dia mengaku tak pernah meminta bantuan siapapun.

Kegigihan dan semangatnya luar biasa. Meski sakit, dia terus bekerja untuk menafkahi keluarganya.

“Yang terpenting saya bisa menjalankan aktivitas sehari-hari dan menghidupi keluarga tanpa meminta belas kasihan orang lain,” kata Abdul Hadi.

Syukurlah, warga sekitar tidak pernah mengejek atau memandangnya rendah. “Warga di sini sudah terbiasa dengan pemandangan di tubuh saya,” katanya. Dia juga tidak merasa minder atau rendah diri.

Ketika ditanya apakah ada upaya dari pemerintah setempat untuk membantunya menyembuhkan penyakit itu, dia bilang belum ada.

“Saya pasrah saja pada Tuhan. Semuanya telah terjadi,” katanya.

Kondisi yang dialami Abdul Hadi mengingatkan kita pada kasus Dede Koswara, 39 tahun. Hanya saja, Dede yang dikenal sebagai "Manusia Akar" itu lebih beruntung. Dia pernah mendapat bantuan menjalani operasi gratis dari pemerintah, meski kini kutilnya masih saja tumbuh. (Laporan: Aceng Mukaram, Pontianak | kd)
• VIVAnews

Kamis, 29 Juli 2010

Orangutan

http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_utan

Orang utan (atau orangutan, nama lainnya adalah mawas) adalah sejenis kera besar dengan lengan panjang dan berbulu kemerahan atau cokelat, yang hidup di hutan tropika Indonesia dan Malaysia, khususnya di Pulau Kalimantan dan Sumatera.

Deskripsi
Istilah "orang utan" diambil dari bahasa Melayu, yang berarti manusia (orang) hutan. Orang utan mencakup dua spesies, yaitu orang utan sumatera (Pongo abelii) dan orang utan kalimantan (borneo) (Pongo pygmaeus). Yang unik adalah orang utan memiliki kekerabatan dekat dengan manusia pada tingkat kingdom animalia, dimana orang utan memiliki tingkat kesamaan DNA sebesar 96.4%.

Ciri-Ciri
Mereka memiliki tubuh yang gemuk dan besar, berleher besar, lengan yang panjang dan kuat, kaki yang pendek dan tertunduk, dan tidak mempunyai ekor.

Orangutan memiliki tinggi sekitar 1.25-1.5 meter.

Tubuh orangutan diselimuti rambut merah kecoklatan. Mereka mempunyai kepala yang besar dengan posisi mulut yang tinggi.

Saat mencapai tingkat kematangan seksual, orangutan jantan memiliki pelipis yang gemuk pada kedua sisi, ubun-ubun yang besar, rambut menjadi panjang dan tumbuh janggut disekitar wajah. Mereka mempunyai indera yang sama seperti manusia, yaitu pendengaran, penglihatan, penciuman, pengecap, dan peraba.

Berat orangutan jantan sekitar 50-90 kg, sedangkan orangutan betina beratnya sekitar 30-50 kg.

Telapak tangan mereka mempunyai 4 jari-jari panjang ditambah 1 ibu jari. Telapak kaki mereka juga memiliki susunan jari-jemari yang sangat mirip dengan manusia.

Orangutan masih termasuk dalam spesies kera besar seperti gorila dan simpanse. Golongan kera besar masuk dalam klasifikasi mammalia, memiliki ukuran otak yang besar, mata yang mengarah kedepan, dan tangan yang dapat melakukan genggaman.

Klasifikasi
Orangutan termasuk hewan vertebrata, yang berarti bahwa mereka memiliki tulang belakang. Orangutan juga termasuk hewan mamalia dan primata.

Spesies dan Subspesies
  1. Ada 2 jenis spesies orangutan, yaitu orangutan Kalimantan/Borneo (Pongo pygmaeus) dan Orangutan Sumatra (Pongo abelii).
  2. 2. Keturunan Orangutan Sumatra dan Kalimantan berbeda sejak 1.1 sampai 2.3 juta tahun yang lalu.
  3. 3. Subspecies
  • Orangutan Kalimantan Tengah (P.p.wurmbii) mendiami daerah Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah.[9] Mereka merupakan subspesies Borneo yang terbesar.
  • Orangutan Kalimantan daerah Timur Laut (P.p.morio) mendiami daerah Sabah dan daerah Kalimantan Timur. Mereka merupakan subspesies yang terkecil.
  • Saat ini tidak ada subspecies orangutan Kalimantan yang berhasil dikenali.

Lokasi dan habitat
Orang utan di Taman Nasional Kutai

Orangutan ditemukan di wilayah hutan hujan tropis Asia Tenggara, yaitu di pulau Borneo dan Sumatra di wilayah bagian negara Indonesia dan Malaysia. Mereka biasa tinggal di pepohonan lebat dan membuat sarangnya dari dedaunan. Orangutan dapat hidup pada berbagai tipe hutan, mulai dari hutan dipterokarpus perbukitan dan dataran rendah, daerah aliran sungai, hutan rawa air tawar, rawa gambut, tanah kering di atas rawa bakau dan nipah, sampai ke hutan pegunungan. Di Borneo, orangutan dapat ditemukan pada ketinggian 500 m di atas permukaan laut (dpl), sedangkan kerabatnya di Sumatra dilaporkan dapat mencapai hutan pegunungan pada 1.000 m dpl.
Orangutan Sumatra (Pongo abelii lesson) merupakan salah satu hewan endemis yang hanya ada di Sumatra. Orangutan di Sumatra hanya menempati bagian utara pulau itu, mulai dari Timang Gajah, Aceh Tengah sampai Sitinjak di Tapanuli Selatan. Keberadaan hewan mamalia ini dilindungi Undang-Undang 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan digolongkan sebagai Critically Endangered oleh IUCN. Di Sumatra, salah satu populasi orangutan terdapat di daerah aliran sungai (DAS) Batang Toru, Sumatra Utara. Populasi orangutan liar di Sumatra diperkirakan sejumlah 7.300. Di DAS Batang Toru 380 ekor dengan kepadatan pupulasi sekitar 0,47 sampai 0,82 ekor per kilometer persegi. Populasi orangutan Sumatra (Pongo abelii lesson) kini diperkirakan 7.500 ekor. Padahal pada era 1990 an, diperkirakan 200.000 ekor. Populasi mereka terdapat di 13 daerah terpisah secara geografis. Kondisi ini menyebabkan kelangsungan hidup mereka semakin terancam punah. Saat ini hampir semua Orangutan Sumatra hanya ditemukan di Provinsi Sumatra Utara dan Provinsi Aceh, dengan Danau Toba sebagai batas paling selatan sebarannya. Hanya 2 populasi yang relatif kecil berada di sebelah barat daya [danau], yaitu Sarulla Timur dan hutan-hutan di Batang Toru Barat. Populasi orangutan terbesar di Sumatra dijumpai di Leuser Barat (2.508 individu) dan Leuser Timur (1.052 individu), serta Rawa Singkil (1.500 individu).Populasi lain yang diperkirakan potensial untuk bertahan dalam jangka panjang (viable) terdapat di Batang Toru,Sumatra Utara, dengan ukuran sekitar 400 individu.
Orangutan di Borneo yang dikategorikan sebagai endangered oleh IUCN terbagi dalam tiga subspesies: Orangutan di Borneo dikelompokkan ke dalam tiga anak jenis, yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus yang berada di bagian utara Sungai Kapuas sampai ke timur laut Sarawak; Pongo pygmaeus wurmbii yang ditemukan mulai dari selatan Sungai Kapuas hingga bagian barat Sungai Barito; dan Pongo pygmaeus morio. Di Borneo, orangutan dapat ditemukan di Sabah, Sarawak, dan hampir seluruh hutan dataran rendah Kalimantan, kecuali Kalimantan Selatan dan Brunei Darussalam.

Makanan
Meskipun orangutan termasuk hewan omnivora, sebagian besar dari mereka hanya memakan tumbuhan. 90% dari makanannya berupa buah-buahan. Makanannya antara lain adalah kulit pohon, dedaunan, bunga, beberapa jenis serangga, dan sekitar 300 jenis buah-buahan

Selain itu mereka juga memakan nektar,madu dan jamur. Mereka juga gemar makan durian, walaupun aromanya tajam, tetapi mereka menyukainya.

Orangutan bahkan tidak perlu meninggalkan pohon mereka jika ingin minum. Mereka biasanya meminum air yang telah terkumpul di lubang-lubang di antara cabang pohon.

Biasanya induk orangutan mengajarkan bagaimana cara mendapatkan makanan, bagaimana cara mendapatkan makanan, dan berbagai jenis pohon pada musim yang berbeda-beda. Melalui ini, dapat terlihat bahwa orangutan ternyata memiliki peta lokasi hutan yang kompleks di otak mereka, sehingga mereka tidak menyia-nyiakan tenaga pada saat mencari makanan. Dan anaknya juga dapat mengetahui beragam jenis pohon dan tanaman, yang mana yang bisa dimakan dan bagaimana cara memproses makanan yang terlindungi oleh cangkang dan duri yang tajam.

Predator
Predator terbesar orangutan dewasa ini adalah manusia. Selain manusia, predator orangutan adalah macan tutul, babi, buaya, ular phyton, dan elang hitam.

Cara melindungi diri
Orangutan termasuk makhluk pemalu. Mereka jarang memperlihatkan dirinya kepada orang atau makhluk lain yang tak dikenalnya.

Reproduksi
Orangutan betina biasanya melahirkan pada usia 7-10 tahun dengan lama kandungan berkisar antara 8,5 hingga 9 bulan; hampir sama dengan manusia. Jumlah bayi yang dilahirkan seorang betina biasanya hanya satu. Bayi orangutan dapat hidup mandiri pada usia 6-7 tahun. Kebergantungan orangutan pada induknya merupakan yang terlama dari semua hewan, karena ada banyak hal yang harus dipelajari untuk bisa bertahan hidup, mereka biasanya dipelihara hingga berusia 6 tahun.

Orangutan berkembangbiak lebih lama dibandingkan hewan primata lainnya, orangutan betina hanya melahirkan seekor anak setiap 7-8 tahun sekali. Umur orangutan di alam liar sekitar 45 tahun, dan sepanjang gidupnya orangutan betina hanya memiliki 3 keturunan seumur hidupnya. Dimana itu berarti reproduksi orangutan sangat lambat.

Cara bergerak
Orangutan dapat bergerak cepat dari pohon ke pohon dengan cara berayun pada cabang-cabang pohon, atau yang biasa dipanggil brachiating. Mereka juga dapat berjalan dengan kedua kakinya, namun jarang sekali ditemukan. Orang utan tidak dapat berenang.

Cara Hidup
Tidak seperti gorila dan simpanse, orangutan tidak hidup dalam sekawanan yang besar. Mereka merupakan hewan yang semi-soliter. Orangutan jantan biasanya ditemukan sendirian dan orangutan betina biasanya ditemani oleh beberapa anaknya. Walaupun oranutan sering memanjat dan membangun tempat tidur di pohon, mereka pada intinya merupakan hewan terrestrial(menghabiskan hidup di tanah).

Beberapa fakta menarik
  • Orangutan dapat menggunakan tongkat sebagai alat bantu untuk mengambil makanan, dan menggunakan daun sebagai pelindung sinar matahari.
  • Orangutan jantan terbesar memiliki rentangan lengan (panjang dari satu ujung tangan ke ujung tangan yang lain apabila kedua tangan direntangkan) mencapai 2.3 m.
  • Orangutan jantan dapat membuat panggilan jarak jauh yang dapat didengar dalam radius 1 km. Digunakan untuk menandai/mengawasi arealnya, memanggil sang betina, mencegah orang utan jantan lainnya yang mengganggu. Mereka mempunyai kantung tenggorokan yang besar yang membuat mereka mampu melakukannya.

Populasi
Orangutan saat ini hanya terdapat di Sumatra dan Kalimantan, di wilayah Asia Tenggara. Karena tempat tinggalnya merupakan hutan yang lebat, maka sulit untuk memperkirakan jumlah populasi yang tepat. Di Borneo, populasi orangutan diperkirakan sekitar 55.000 individu. Di Sumatra, jumlahnya diperkirakan sekitar 7.500 individu.

Ancaman
Ancaman terbesar yang tengah dialami oleh orangutan adalah habitat yang semakin sempit karena kawasan hutan hujan yang menjadi tempat tinggalnya dijadikan sebagai lahan kelapa sawit, pertambangan dan pepohonan ditebang untuk diambil kayunya. Orangutan telah kehilangan 80% wilayah habitatnya dalam waktu kurang dari 20 tahun. Tak jarang mereka juga dilukai dan bahkan dibunuh oleh para petani dan pemilik lahan karena dianggap sebagai hama. Jika seekor orangutan betina ditemukan dengan anaknya, maka induknya akan dibunuh dan anaknya kemudian dijual dalam perdagangan hewan ilegal. Pusat rehabilitasi didirikan untuk merawat oranutan yang sakit, terluka dan yang telah kehilangan induknya. Mereka dirawat dengan tujuan untuk dikembalikan ke habitat aslinya.

Pembukaan Lahan dan Konversi Perkebunan Sawit
Di Sumatra, populasinya hanya berada di daerah Leuser, yang luasnya 2.6 juta hektar yang mencakup Aceh dan Sumatra Utara. Leuser telah dinyatakan sebagai salah satu dari kawasan keanekaragaman hayati yang terpenting dan ditunjuk sebagai UNESCO Warisan Hutan Hujan Tropis Sumatera pada tahun 2004. Ekosistemnya menggabungkan Taman Nasional Gunung Leuser, tetapi kebanyakan para Orangutan tinggal diluar batas area yang dilindungi, dimana luas hutan berkurang sebesar 10-15% tiap tahunnya untuk dijadikan sebagai area penebangan dan sebagai kawasan pertanian.

Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami berkurangnya jumlah hutan tropis terbesar didunia. Tidak ada tanda-tanda yang menunjukkan berkurangnya laju deforestasi. Sekitar 15 tahun yang lalu, tercatat sekitar 1.7 juta hektar luas hutan yang terus ditebang setiap tahunnya di Indonesia, dan terus bertambah pada tahun 2000 sebanyak 2 juta hektar.

Penebangan legal dan ilegal telah membawa dampak penyusutan jumlah hutan di Sumatra. Pembukaan hutan sebagai ladang sawit di Sumatra dan Kalimantan juga telah mengakibatkan pembabatan hutan sebanyak jutaan hektar, dan semua dataran hutan yang tidak terlindungi akan mengalami hal yang sama nantinya.

Konflik mematikan yang sering terjadi di perkebunan adalah saat dimana Orangutan yang habitatnya makin berkurang karena pembukaan hutan harus mencari makanan yang cukup untuk bertahan hidup. Spesies yang dilindungi dan terancam punah ini seringkali dipandang sebagai ancaman bagi keuntungan perkebunan karena mereka dianggap sebagai hama dan harus dibunuh.

Orangutan biasanya dibunuh saat mereka memasuki area perkebunan dan merusak tanaman. Hal ini sering terjadi karena orangutan tidak bisa menemukan makanan yang mereka butuhkan di hutan tempat mereka tinggal.

Perdagangan Ilegal
Secara teori, orangutan telah dilindungi di Sumatra dengan peraturan perundang-undangan sejak tahun 1931, yang melarang untuk memiliki, membunuh atau menangkap orangutan. Tetapi pada prakteknya, para pemburu masih sering memburu mereka, kebanyakan untuk perdagangan hewan. Pada hukum internasional, orangutan masuk dalam Appendix I dari daftar CITES(Convention on International Trade in Endangered Species) yang melarang dilakukannya perdagangan karena mengingat status konservasi dari spesies ini dialam bebas. Namun, tetap saja ada banyak permintaan terhadap bayi orangutan, baik itu permintaan lokal, nasional dan internasional untuk dijadikan sebagai hewan peliharaan. Anak orangutan sangat bergantung pada induknya untuk bertahan hidup dan juga dalam proses perkembangan, untuk mengambil anak dari orangutan maka induknya harus dibunuh. Diperkirakan, untuk setiap bayi yang selamat dari penangkapan dan pengangkutan merepresentasikan kematian dari orangutan betina dewasa.

Menurut data dari website WWF, diperkirakan telah terjadi pengimporan orangutan ke Taiwan sebanyak 1000 ekor yang terjadi antara tahun 1985 dan 1990. Untuk setiap orangutan yang tiba di Taiwan, maka ada 3 sampai 5 hewan lain yang mati dalam prosesnya.

Perdagangan orangutan dilaporakan juga terjadi di Kalimantan, dimana baik orangutan itu hidaup atau mati juga masih tetap terjual.

Status Konservasi
Orangutan Sumatra telah masuk dalam klasifikasi Critically Endanger dalam daftar IUCN. Populasinya menurun drastis dimana pada tahun 1994 jumlahnya mencapai lebih dari 12.000, namun pada tahun 2003 menjadi sekitar 7.300 ekor. Data pada tahun 2008 melaporkan bahwa diperkirakan jumlah Orangutan Sumatra di alam liar hanya tinggal sekitar 6.500 ekor.

Secara historis, orangutan ditemukan di kawasan hutan lintas Sumatra, tetapi sekarang terbatas hanya didaerah Sumatra Utara dan provinsi Aceh. Habitat yang sesuai untuk Orangutan saat ini hanya tersisa sekitar kurang dari 900.000 hektar di pulau Sumatra.

Saat ini diperkirakan orangutan akan menjadi spesies kera besar pertama yang punah di alam liar. Penyebab utamanya adalah berkurangnya habitat dan perdagangan hewan.

Orangutan merupakan spesies dasar bagi konservasi. Orangutan memegang peranan penting bagi regenerasi hutan melalui buah-buahan dan biji-bijian yang mereka makan. Hilangnya orangutan mencerminkan hilangnya ratusan spesies tanaman dan hewan pada ekosistem hutan hujan.

Hutan primer dunia yang tersisa merupakan dasar kesejahteraan manusia, dan kunci dari planet yang sehat adalah keanekaragaman hayati, menyelamatkan orangutan turut menolong mamalia, burung, reptil, amfibi, serangga, tanaman, dan berbagain macam spesies lainnya yang hidup di hutan hujan Indonesia.




Membakar Kalimantan Demi Minyak Kelapa Sawit


Para Pemasok Unilever Membakar Kalimantan Demi Minyak Kelapa Sawit; Greenpeace Menuntut Moratorium Konversi Hutan
April 21, 2008

http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/press-releases/para-pemasok-unilever-membakar

Jakarta/Singapore, Indonesia — Unilever, nama dibalik berbagai merek besar dunia, termasuk sabun Dove, menyumbang perusakan hutan serta lahan gambut Indonesia, ekosistem terakhir di muka bumi yang merupakan cadangan karbon yang besar serta merupakan habitat orangutan serta satwa langka lainnya, menurut organisasi lingkungan hidup Greenpeace.

Dalam laporan yang bernada keras, bertajuk “Membakar Kalimantan”, Greenpeace membeberkan laporan baru yang menunjukkan titik-titik dimana para pemasok Unilever menghancurkan hutan gambut dan habitat orangutan demi menanam kelapa sawit, salah satu bahan penting dalam pembuatan merek sabun terkenal Unilever.

“Sungguh keterlaluan apabila hutan hujan kita terus dirusak demi produksi minyak kelapa sawit.

Kami telah berkali-kali menyerukan pemerintah Indonesia untuk menyatakan moratorium guna menyelamatkan hutan dan lahan gambut tersisa dari penghancuran hanya demi sabun dan shampo,” kata Hapsoro, juru kampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara, “Kini Greenpeace menyerukan para industri pengguna utama minyak kelapa sawit berhenti membeli dari perusahaan-perusahaan yang merusak hutan dan lahan gambut,” ujar Hapsoro.

Kerusakan hutan Indonesia terjadi lebih pesat dibandingkan negara pemilik hutan lainnya di dunia. Hal ini menjadikan Indonesia penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di muka bumi (1).

Lahan gambut yang dalam di kawasan ini ketika dikeringkan dan kemudian dibakar dalam proses mempersiapkan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit menghasilkan karbon dioksida dalam jumlah yang besar. Kawasan lahan gambut ini bertanggung jawab atas 4% dari jumlah emisi gas rumah kaca dunia (2).

Laporan dapat dilihat di sini

Laporan ini juga menjelaskan bagaimana pertumbuhan sektor kelapa sawit memberikan dampak buruk terhadap keanekaragaman hayati. Jumlah populasi orangutan merosot drastis dan terancam kepunahan(3). Dengan memetakan kawasan yang dikendalikan oleh perusahaan-perusahaan kunci yang menjadi pemasok perusahaan Unilever, laporan ini menjelaskan bagaimana perusahaan dengan hubungan langsung dengan Unilever saat ini membabat habitat orangutan yang tersisa. Laporan ini juga mencakup riset lapangan yang dilakukan oleh Greenpeace di bulan-bulan awal tahun 2008.

“Kami tercengang saat mengetahui bagaimana Unilever, yang merupakan salah satu pengguna minyak kelapa sawit terbesar di dunia dan merupakan pemrakarsa utama Roundtable of Sustainable Palm Oil (RSPO), suatu organisasi industri yang dibentuk untuk memastikan produksi minyak kelapa sawit yang ramah lingkungan, ternyata tidak melakukan apapun untuk mengehentikan para pemasok merusak hutan serta lahan gambut,” ujar Sue Connor dari Greenpeace Internasional di Jakarta, “Kecuali Unilever membersihkan segenap operasinya orangutan akan punah lebih cepat, kita kehilangan kesempatan bertindak mencegah bencana iklim.”

- Greenpeace menyerukan Unilever agar secara terbuka mendeklarasikan penghentikan perluasan lahan kelapa sawit pada kawasan hutan dan lahan gambut serta berhenti berbisnis dengan pemasok yang terus merusak hutan hujan.

- Greenpeace menyerukan pemerintah Indonesia untuk segera mendeklarasikan moratorium konversi lahan gambut dan hutan dengan kriteria minimum sebagai berikut:

1. Tidak ada perkebunan baru dalam kawasan hutan yang sudah dipetakan

2. Tidak ada perkebunan baru yang dibuka dengan cara merusak lahan gambut

3. Tidak ada perkebunan atau perluasan areal perkebunan pasca-November 2005 yang dihasilkan dari deforestasi atau merusak kawasan dengan nilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest, HCVF).

4. Tidak ada perkebunan atau perluasan areal perkebunan pada kawasan masyarakat adat atau kelompok masyarakat yang menggantungkan hidup mereka pada hutan tanpa persetujuan mereka yang diambil tanpa tekanan (free prior informed consent, FPIC).

5. Menginformasikan secara terbuka rantai lacak pasokan serta sistem segregasi yang dapat menandai dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari kelompok yang gagal memenuhi kriteria di atas.

Greenpeace adalah organisasi kampanye yang independen, yang menggunakan konfrontasi kreatif dan tanpa kekerasan untuk mengungkap masalah lingkungan hidup, dan mendorong solusi yang diperlukan untuk masa depan yang hijau dan damai.


Catatan Kaki :

(1) Wetlands International, Peatland degradation fuels climate change, November 2006

(2)Cooking the Climate, Greenpeace Report , November 2007

(3)The Last Stand of the Orangutan; State of Emergency: Illegal Logging, Fire and Palm Oil in Indonesia’s National Parks, UNEP, Feb 2007

(4) AFP (2007) ‘Activists: Palm oil workers killing endangered Orang-Utans.
Catatan Redaksi

Menurut Pusat Perlindungan Orang-Utan (Centre for Orangutan Protection), setidaknya 1.500 orangutan mati di tahun 2006 akibat serangan yang disengaja oleh pekerja perkebunan. (4)

Sejak tahun 1900, jumlah orangutan Sumatera diperkirakan turun 91%, dengan angka terbesar di akhir abad ke-20.

Sejak tahun 1990, 28 juta hektar hutan Indonesia – dengan ukuran sama dengan Ekuador – telah dihancurkan, sebagian besar akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Permintaan akan minyak kelapa sawit diperkirakan akan meningkat berlipat ganda; dua kali lipat pada tahun 2030 dan tiga kali pada tahun 2050 dibandingkan dengan tahun 2000.
Informasi visi, video, foto dan laporan

1. Tersedia foto dan video kerusakan hutan serta orangutan di lahan perkebunan kelapa sawit. 2. Tersedia video orangutan yang terluka di perkebunan kelapa sawit.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:

*
Hapsoro, Juru Kampe Hutan Greenpeace Asia Tenggara, +62 813 7848 9700
Sue Connor, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Internasional +62 813 1594 3404 / +64 21 2299 594
Adhityani Arga, Juru Kampanye Media Greenpeace Asia Tenggara +62 813 980 999 77

Lagi, Sawit Bermasalah di Kalimantan

http://www.facebook.com/notes/save-our-borneo/lagi-sawit-bermasalah-di-kalimantan/250101028369

Warga Desa Ketimpun Merasa Dibohongi
Jum'at , 08 Januari 2010 07:24 | Spirit Kalteng | Dibaca 4 kali

KUALA KAPUAS, Tabengan:

Sebelumnya kelompok tani dari Desa Pulau Keladan menuding PT RASR melanggar kesepakatan karena menabat saluran irigasi di daerah tersebut, kini giliran warga Desa Ketimpun mengadukan perusahaan bersangkutan yang dianggap hanya membodohi masyarakat terkait program plasma sawit yang dijanjikan.

Ketua Koperasi Plasma Gemilang Sejahtera Bersama Paulus Madun mengatakan, PT RASR yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit ini sudah tidak sesuai dengan rancang bangun.

Selain itu juga menurut Paulus, rencana membuka lahan pekerjaan bagi warga sekitar dalam upaya peningkatan kesejahteraan hanya isapan jempol.

Padahal, sejak penanaman perdana yang dilakukan oleh Bupati Kapuas M Mawardi, 6 April 2009, warga desa telah mengikat suatu kemitraan dengan PT RASR. Namun saat ini kondisi tanaman tidak ada perawatan sama sekali, bahkan sudah ditumbuhi semak belukar. Sedangkan janji pemberdayaan masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan itu sampai saat ini menurut Paulus warga sekitar hanya sebagai penonton.

Sehingga demikian, masyarakat sekitar menganggap kerja sama atau kemitraan yang dilakukan oleh PT RASR hanya sebagai kedok untuk memuluskan usaha pihak perusahaan dalam hal penguasaan lahan yang ada di beberapa desa sekitar perkebunan inti.

"Saya sebagai ketua kelompok tani plasma sangat kecewa dengan pihak PT RASR karena komitmenya dalam menyejahterakan masyarakat tidak pernah terealeasikan. Apalagi tanaman sawit yang ditanam di tempat kami tidak terurus dengan baik. Yang kami takutkan kalau hal ini dibiarkan berlarut-larut justru akan menyengsarakan warga karena ini juga akan menjadi beban anggota dalam menanggung utang yang akhirnya apabila tidak terbayar maka akan terjadi peralihan lahan," kata Paulus Madun, Kamis (7/1) siang.

Ditambahkan Paulus, dirinya atas nama anggota koperasi dan masyarakat Desa Ketimpun sangat berharap agar bupati segera melihat langsung bagaimana kondisnya di lapangan.

Masih menurut Paulus, mereka tidak berharap yang muluk-muluk, hanya meminta keseriusan dari pihak investor dalam hal ini PT RASR dalam mengelolan perkebunan plasma milik mereka. Karena mereka sangat berharap dengan adanya plasma ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Di tempat yang sama, salah seorang anggota Koperasi Harapan Jadi, Anang mengatakan saat ini kondisi tanaman sawit yang dilakukan pada penanaman perdana oleh bupati beberapa waktu lalu tidak bisa diharapkan, karena tanaman sawit itu sudah ditumbuhi semak belukar.

"Kami sangat mendukung program serta kebijakan bapak bupati dalam membangun harkat martabat rakyat Kabupaten Kapuas yang amanah dengan harapan meningkatkan ekonomi rakyat. Namun kalu begini yang dilakukan oleh investor, bukanya kesejahteraan rakyat yang didapat, justru rakyat jadi tambah melarat," kata Anang.

Dari penuturan Paulus, program kemitraan dan kerja sama inti plasama sawit yang dilakukan oleh PT RASR tersebut untuk Desa Ketimpun ada tiga kelompok koperasi yaitu Koperasi Gemilang Sejahtera Bersama, Koperasi Harapan Jadi, dan Koperasi Pantis Nyalong. (c-yul)

123 Spesies Baru di Jantung Kalimantan

http://www.vhrmedia.com/Ditemukan-123-Spesies-Baru-di-Jantung-Kalimantan-hamviromental3914.html

Rosmi Julitasari

VHRmedia, Bandar Seri Begawan – Katak tanpa paru-paru, serangga terpanjang di dunia, serta dan siput berwarna hijau dan kuning ditemukan di hutan terpencil Kalimantan. Ketiga spesies tersebut adalah sebagian dari 123 spesies baru yang ditemukan selama 3 tahun terakhir.
Temuan tersebut diungkap dalam laporan World Wildlife Fund berjudul “Borneo’s New World: Newly Discovered Species in the Heart Borneo, yang diluncurkan Kamis (22/3), bertepatan dengan Hari Bumi.
WWF mengadakan penelitian 3 tahun di Pulau Kalimantan, setelah Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam pada pada Februari 2007 sepakat menyisakan 2.200 juta hektare tanah untuk wilayah konservasi. Wilayah konservasi itu diberi nama The Heart of Borneo (Jantung Kalimantan). Ketiga negara juga menyepakati komitmen memperluas wilayah yang dilindungi, membangun eco wisata, dan mendukung keberlangsungan manajemen sumber daya alam.
“Selama tiga tahun melakukan penelitian independen, kami berhasil membuktikan bahwa bentuk baru kehidupan terus terjadi di tempat ini (Kalimantan),” kata Adam Tomasek, ketua peneliti The Heart of Borneo, seperti diberitakan situs WWF. “Bila wilayah yang menjadi bagian dari hutan tropis ini bisa dilestarikan untuk anak cucu, kita punya harapan untuk menemukan lebih banyak spesies baru.”
The Heart of Borneo adalah rumah bagi 10 spesies primata, 350 spesies burung, 150 spesies reptil dan amfibi, serta lebih dari 10.000 spesies tanaman yang tak dapat ditemukan di tempat lain. Peneliti juga berhasil memotret badak Kalimantan yang hamil. Saat ini diperkirakan badak Kalimantan tinggal 30 ekor.
“Penemuan yang menakjubkan ini menggarisbawahi pentingnya usaha kita untuk melaksanakan visi yang secara nyata telah dilakukan oleh The Heart of Borneo,” kata Menteri Industri dan Sumber Daya Alam Brunei Darussalam, Pehin Dato Yahya.
Berkaca pada banyaknya spesies yang ditemukan setiap bulan, WWF menetapkan wilayah The Heart of Borneo sebagai prioritas program The Heart of Borneo Initiative. Kantor WWF di Malaysia dan Indonesia menyatakan mendukung usaha melestarikan dan meneruskan pengelolaan The Heart of Borneo. (E1)

Rabu, 28 Juli 2010

Suku Dayak #2

Suku Dayak terdiri :
* Suku Dayak Punan di Kalimantan Tengah
* Suku Dayak Kanayatn di Kalimantan Barat
* Suku Dayak Iban di Kalimantan Barat
* Suku Dayak Mualang di Kalimantan Barat: Sekadau, Sintang
* Suku Dayak Bidayuh di Kalimantan Barat: Sanggau
* Suku Dayak Mali di Kalimantan Barat
* Suku Dayak Seberuang di Kalimantan Barat: Sintang
* Suku Dayak Sekujam di Kalimantan Barat: Sintang
* Suku Dayak Sekubang di Kalimantan Barat: Sintang
* Suku Dayak Ketungau di Kalimantan Barat
* Suku Dayak Desa di Kalimantan Barat
* Suku Dayak Kantuk di Kalimantan Barat
* Suku Dayak Ot Danum atau Dohoi di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Barat
* Suku Dayak Limbai di Kalimantan Barat
* Suku Dayak Kebahan di Kalimantan Barat
* Suku Dayak Pawan di Kalimantan Barat
* Suku Dayak Tebidah di Kalimantan Barat
* Suku Dayak Bakumpai di Kalimantan Selatan Barito Kuala
* Suku Dayak Barangas di Kalimantan Selatan Barito Kuala
* Suku Dayak Bukit di Kalimantan Selatan
* Suku Dayak Pitap di Awayan, Balangan, Kalsel
* Suku Dayak Hulu Banyu di Kalimantan Selatan
* Suku Dayak Balangan di Kalimantan Selatan
* Suku Dayak Dusun Deyah di Kalimantan Selatan: Tabalong
* Suku Dayak Ngaju di Kalimantan Tengah: Kabupaten Kapuas
* Suku Dayak Siang Murung di Kalimantan Tengah: Murung Raya
* Suku Dayak Bara Dia di Kalimantan Tengah: Barito Selatan
* Suku Dayak Ot Danum di Kalimantan Tengah
* Suku Dayak Lawangan di Kalimantan Tengah
* Suku Dayak Bawo di Kalimantan Tengah: Barito Selatan
* Suku Dayak Tunjung, Kutai Barat, rumpun Ot Danum
* Suku Dayak Benuaq, Kutai Barat, rumpun Ot Danum
* Suku Dayak Bentian, Kutai Barat, rumpun Ot Danum
* Suku Dayak Bukat, Kutai Barat
* Suku Dayak Busang, Kutai Barat
* Suku Dayak Ohong, Kutai Barat
* Suku Dayak Kayan, Kutai Barat, rumpun Apo Kayan
* Suku Dayak Bahau, Kutai Barat, rumpun Apo Kayan
* Suku Dayak Penihing, Kutai Barat, rumpun Punan
* Suku Dayak Punan, Kutai Barat, rumpun Punan
* Suku Dayak Modang, Kutai Timur, rumpun Punan
* Suku Dayak Basap, Bontang-Kutai Timur
* Suku Dayak Ahe di Kabupaten Berau
* Suku Dayak Tagol, Malinau, rumpun Murut
* Suku Dayak Brusu, Malinau, rumpun Murut
* Suku Dayak Kenyah, Malinau, rumpun Apo Kayan
* Suku Dayak Lundayeh, Malinau
* Suku Dayak Pasir di Kalimantan Timur: Kabupaten Pasir
* Suku Dayak Dusun di Kalimantan Tengah
* Suku Dayak Maanyan di Kalimantan Tengah: Barito Timur
o Suku Dayak Maanyan Paju Sapuluh
o Suku Dayak Maanyan Paju Epat
o Suku Dayak Maanyan Dayu
o Suku Dayak Maanyan Paku
o Suku Dayak Maanyan Benua Lima Maanyan Paju Lima
o Suku Dayak Warukin di Tanta, Tabalong, Kalsel
o Suku Dayak Samihim, Pamukan Utara, Kotabaru, Kalsel

Suku Kutai

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Kutai

Suku Kutai adalah suku asli di kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Kebudayaan Kutai berawal sejak berdirinya Kerajaan Kutai pada abad IV yang merupakan kerajaan Hindu pertama di Nusantara dengan rajanya yang terkenal, Mulawarman.

Kemudian berlanjut dengan Kesultanan Kutai dengan sultan terakhir Aji Parikesit. Setelah kekosongan yang lama telah diadakan penabalan sultan baru yaitu Aji Muhammad Salehuddin II.

Suku Kutai terdiri atas 4 sub-etnis yaitu :
1. Kutai Tenggarong di Tenggarong, Kutai Kartanegara
2. Kutai Kota Bangun di Kota Bangun, Kutai Kartanegara
3. Kutai Muara Ancalong di Muara Ancalong, Kutai Timur
4. Kutai Muara Pahu di Muara Pahu, Kutai Barat

Menurut situs "Joshua Project" suku Melayu Kutai Tenggarong berjumlah 314.000 jiwa.

Suku Kutai lainnya adalah Melayu Kutai Kota Bangun. Menurut situs "Joshua Project" suku Melayu Kutai Kota Bangun berjumlah 81.000 jiwa.

Bahasa Kutai terbagi ke dalam 3 dialek yang letaknya tidak saling berdekatan :
1. Kutai Tenggarong ( vkt )
2. Kutai Kota Bangun ( mqg )
3. Kutai Muara Ancalong ( vkt )

Disamping memiliki beberapa persaamaan kosa kata dengan bahasa Banjar, Bahasa Kutai juga memiliki persamaan kosa kata dengan bahasa Iban, misalnya :
* nade (Bahasa Kutai Kota Bangun); nadai (Bahasa Kantu'), artinya tidak
* celap (Bahsa Kutai Tenggarong; celap (Bahasa Dayak Iban, Bahasa Tunjung), jelap (Bahasa
Benuaq) artinya dingin
* balu (Bahasa Kutai Tenggarong), balu (Bahasa Iban, balu' Bahasa Benuaq), artinya janda
* hek (Bahasa Kutai Tenggarong), he' (Bahasa Tunjung), artinya tidak

Menurut kepercayaan penduduk, daerah Kutai dulunya dihuni oleh 5 puak, yaitu:
  1. Puak Pantun yang tinggal di sekitar Muara Ancalong, Kutai Timur dan Muara Kaman, Kutai Kartanegara
  2. Puak Punang yang tinggal di sekitar Muara Muntai, Kutai Kartanegara dan Kota Bangun
  3. Puak Pahu yang mendiami daerah sekitar Muara Pahu, Kutai Barat
  4. Puak Tulur Dijangkat yang mendiami daerah sekitar Barong Tongkok, Kutai Barat dan Melak, Kutai Barat
  5. Puak Melani yang mendiami daerah sekitar Kutai Lama dan Tenggarong

* Kelompok Suku Melayu
Puak Pantun, Punang dan Melani tumbuh dan berkembang menjadi suku Kutai yang memiliki bahasa sama namun beda dialek. Dengan demikian suku Kutai adalah suku asli daerah ini. Selanjutnya secara bergelombang berdatangan suku Banjar dan Bugis, sehingga kelompok suku Melayu yang mendiami daerah Kutai terdiri atas suku Kutai, Banjar dan Bugis.

* Kelompok Suku Dayak
Keturunan Puak Tulur Dijangkat tumbuh dan berkembang menjadi suku Dayak. Mereka berpencar meninggalkan tanah aslinya dan membentuk kelompok suku masing-masing yang sekarang dikenal sebagai suku Dayak Tunjung, Bahau, Benuaq, Modang, Penihing, Busang, Bukat, Ohong dan Bentian.
  1. Suku Tunjung mendiami daerah kecamatan Melak, Kutai Barat, Barong Tongkok, Kutai Barat dan Muara Pahu, Kutai Barat
  2. Suku Bahau mendiami daerah kecamatan Long Iram, Kutai Barat dan Long Bagun, Kutai Barat
  3. Suku Benuaq mendiami daerah kecamatan Jempang, Kutai Barat, Muara Lawa, Kutai Barat, Damai, Kutai Barat dan Muara Pahu, Kutai Barat
  4. Suku Modang mendiami daerah kecamatan Muara Ancalong, Kutai Timur dan Muara Wahau, Kutai Timur
  5. Suku Penihing, suku Bukat dan suku Ohong mendiami daerah kecamatan Long Apari, Kutai Barat
  6. Suku Busang mendiami daerah kecamatan Long Pahangai, Kutai Barat
  7. Suku Bentian mendiami daerah kecamatan Bentian Besar, Kutai Barat dan Muara Lawa, Kutai Barat

Dayak Wehea

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Wehea

Suku Wehea atau Dayak Wehea adalah suku Dayak yang mendiami enam desa di kecamatan Muara Wahau, Kutai Timur terutama Desa Nehes Liah Bing dengan Kepala Adat dipimpin oleh Ledjie Taq. Suku Wehea menjaga hutan lindung yaitu Hutan Lindung Wehea. "Keldung Laas Wehea Long Skung Metgueen." Deretan kata dalam bahasa Dayak Wehea itu berarti sebuah aturan: perlindungan dan pemanfaatan terbatas hutan Wehea. Adalah Ladjie Taq, kepala adat suku Wehea, bersama beberapa tokoh adat Wehea lainnya yang menetapkan aturan itu sejak tahun 2005. Dengan itu, hutan seluas 38.000 hektare yang terletak di Muara Wahau, Kutai Timur, Kalimantan Timur, tersebut resmi menjadi kawasan hutan lindung yang dijaga secara adat oleh masyarakat Dayak Wehea. Desa Nehes Liah Bing dihuni oleh suku Dayak Wehea, yang merupakan suku tertua di aliran Sungai Wehea, atau yang sekarang lebih dikenal dengan Sungai Wahau karena kata "Wehea" sulit diucapkan oleh orang luar.

Dayak Kayan

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Kayan

Suku Kayan adalah suku Dayak dari rumpun Kenyah-Kayan-Bahau yang berasal dari Sarawak. Ketika memasuki Kalimantan Timur suku Kayan pertama-tama menetap di daerah Apau Kayan di daerah aliran sungai Kayan, karena alasan perang antar suku dan mencari daerah yang lebih subur serta daerah asal (Apo Kayan) yang sangat tertinggal dan terisolir, suku Kayan meninggalkan Apo Kayan yang telah mereka tempati selama 300 tahun dan bermigrasi menuju daerah-daerah yang lebih maju agar dapat lebih berkembang kehidupannya, yaitu sekarang menetap di daerah aliran sungai Wahau (daerah Suku Wehea) di Kabupaten Kutai Timur terutama di Desa Miau Baru sejak tahun 1964. Diperkirakan pada zaman Kerajaan Kutai Martadipura (Kutai Mulawarman), suku Kayan belum memasuki Kalimantan Timur. Kemungkinan suku Kayan ini termasuk salah satu suku yang belakangan memasuki pulau Kalimantan dari pulau Formosa (Taiwan). Suku Kayan juga terdapat di sungai Mendalam, Kalimantan Barat. Di Kalimantan Barat, pada sekitar tahun 1863, suku Iban bermigrasi ke daerah hulu sungai Saribas dan sungai Rejang, dan menyerang suku Kayan di daerah hulu sungai-sungai dan terus maju ke utara dan ke timur. Perang dan serangan pengayauan menyebabkan suku-suku lain terusir dari lahannya.

Dayak Iban

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Iban

Suku Iban atau Suku Dayak Iban, adalah salah satu rumpun suku Dayak yang terdapat di Kalimantan Barat, Sarawak dan Brunei. Selama masa kolonial Inggris, kelompok Dayak Iban sebelumnya dikenal sebagai Dayak Laut (bahasa Inggris:Sea Dayak).

Suku-suku yang termasuk rumpun Iban (Ibanic) dengan kode bahasa : IBA, diantaranya :
1. Suku Iban di Kalimantan Barat ber-Bahasa Dayak Iban(kode bahasa : IBA)
2. Suku Iban di Sarawak, Malaysia(kode bahasa : IBA)
3. Suku Iban di Brunei (Persatuan Iban Brunei)(kode bahasa : IBA)
4. Suku Mualang (kode bahasa : MTD)
5. Suku Seberuang (Sintang), (kode bahasa : SBX)
6. Suku Melanau (kode bahasa : IBA)
7. Suku Kantuk (kode bahasa : IBA)
8. Suku Bugau (kode bahasa : IBA)
9. Suku Desa (kode bahasa : IBA)
10. Suku Ketungau di (Ketungau Hulu, Sintang) (kode bahasa : IBA)
11. Suku Batang Lupar (Batang Lupar, Kapuas Hulu) (kode bahasa : IBA)

Dayak Abal

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Abal

Suku Abal atau Dayak Abal adalah salah satu kelompok suku Dayak yang berdiam di Desa Halong Dalam, Desa Aong, dan Desa Suput. Ketiga desa ini merupakan bagian wilayah administratif Kecamatan Haruai, Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan. Kecamatan Haruai yang luasnya 861,27 km2 pada tahun 1990 berpenduduk 21.948 jiwa, namun tidak tersedia data jumlah orang Dayak Abal di antara jumlah tersebut. Orang Abal ini mempunyai bahasa sendiri yakni bahasa Abal. Antara sesamanya mereka menggunakan bahasa Abal sebagai bahasa ibu, namun dengan orang luar misalnya dengan orang Banjar, atau Dayak Maanyan, Dayak Dusun Deyah yang penduduk asal di kabupaten ini, mereka menggunakan bahasa Banjar sebagai bahasa pengantar. Pengaruh orang Banjar menyebabkan mereka telah lama memeluk agama Islam, dan asimilasi dengan orang Banjar ini terjadi sedemikian rupa sehingga budaya lama mereka sendiri sudah hampir-hampir punah. Seperti penduduk Kabupaten Tabalong umumnya, mereka hidup dari sektor pertanian dan hasil hutan.

Bahasa Abal
Bahasa Abal merupakan bahasa yang berada diambang kepunahan, karena hanya segilintir orang-orang tua saja yang masih menggunakan bahasa tersebut, sedangkan generasi muda suku Abal lebih menggunakan bahasa daerah lainnya.

Dayak Rumpun Punan

http://id.wikipedia.org/wiki/Rumpun_Punan

Rumpun Punan adalah salah satu rumpun suku Dayak yang terdapat di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur. Suku-suku Dayak yang termasuk rumpun Punan diantaranya :
1. Suku Hovongan di Kapuas Hulu, Kalbar (kode bahasa : HOV)
2. Suku Uheng Kereho di Kapuas Hulu, Kalbar (kode bahasa : XKE)
3. Suku Punan Murung di Murung Raya, Kalteng (kode bahasa : )
4. Suku Aoheng (Suku Penihing) di Kalimantan Timur (kode bahasa : PNI )
5. Suku Punan Merah (Siau) (kode bahasa : PUF)
6. Suku Punan Aput (kode bahasa : PUD )
7. Suku Merap (kode bahasa : PUC )
8. Suku Punan Tubu (kode bahasa : PUJ )
9. Suku Ukit/Suku Bukitan/Suku Beketan (kode bahasa : BKN )
10. Suku Bukat (kode bahasa : BVK )
11. Suku Punan Habongkot (kode bahasa : )
12. Suku Panyawung (kode bahasa : )
13. Suku Punan Kelay di Sungai Kelay, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur

Punan Murung
Suku Dayak Punan di Kalimantan Tengah terdapat di perhuluan sungai Barito yaitu di Kabupaten Murung Raya yang dikenal sebagai Suku Dayak Punan Murung. Kebanyakan suku-suku Dayak di Kalimantan Tengah termasuk rumpun Ot Danum kecuali suku Dayak Punan Murung.

Punan Hovongan

Dayak Punan merupakan salah satu subsuku Dayak yang mendiami perhuluan Sungai Kapuas. Etnis yang dulunya merupakan bangsa nomaden, kini lebih menetap dan mempraktekan sistem pertanian gilir balik (berladang). Sub etnis dayak Punan yang mendiami perhuluan Sungai Hovongan (Bungan), anak sungai Kapuas yang terdiri dari beberapa kampung:
1. Nanga Lapung
2. Nanga Bungan
3. Tanjung Lokang
4. Belatung (sebagian)
5. Hovo'ung (sebagian)

Kepala Adat
Kelompok ini mempunyai seorang Temenggung yaitu "Akek Dalung Tapa" (*baru meninggal dunia akhir bulan juni 2009) dan sekarang digantikan oleh putra bungsunya yaitu Temenggung Abang Dalung (2009)

* Temenggung dan Kepala adat mempunyai peran yang berbeda, Kepala adat lebih kepada adat istiadat sedangkan Temenggung mempunyai peran penting dalam kedaulatan wilayah ketemenggungan.

Bahasa Hovongan
Kode Bahasa Hovongan adalah HOV

Punan Uheng Kereho
Yaitu sub suku Punan yang mendiami perhuluan sungai Kapuas dan Sungai keriau/Kereho sub ini terdiri dari beberapa kampung:
1. Nanga Enap
2. Nanga Erak
3. Nanga Balang
4. Sepan
5. Salin
6. Bu'ung (sebagian)
7. Belatung (sebagian)

Bahasa Uheng Kereho
Kode Bahasa Uheng Kereho adalah xke

Daerah ketemenggungan Dayak Punan ini dapat dijangkau dengan menggunakan transportasi sungai dari Putussibau dengan biaya sewa speed boat bervariasi dari satu juta sampai tiga juta lima ratus ribu rupiah. Sumber daya alamnya masih melimpah ruah; seperti sarang burung walet dan kekayaan pertambangan lainnya. Akan tetapi karena terlalu jauhnya wilayah ini, banyak dari masyarakat suku ini terisolasi dari dunia luar sehingga tingkat perekonomian serta pendidikan sampai sekarang dalam tingkat yang mengkhawatirkan.

Di setiap kampung-kampung orang Punan anak yang bersekolah hingga menamatkan pendidikan dasar dapat dihitung dangan jari, apalagi yang menamatkan bangku kuliah.

Punan Kelay
Dayak Punan Hulu Kelay mendiami hulu sungai Kelay, Kabupaten Berau, Kaltim terdiri :
1. Kampung Long Suluy
2. Kampung Long Lamcin
3. Kampung Long Lamjan
4. Kampung Long Keluh
5. Kampung Long Duhung
6. Kampung Long Beliu

Dayak Bahau

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bahau

Suku Bahau/Dayak Bahau adalah suku bangsa yang terdapat di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.

Suku ini mendiami daerah kecamatan :
1. Long Iram, Kutai Barat
2. Long Bagun, Kutai Barat

Bahasa Bahau
Bahasa Bahau simbolnya "bhv".

Silsilah Bahasa Kayan-Murik
1. Kayan-Murik (17 bahasa)
1. Bahasa Kayan(Suku Kayan) :
1. Bahasa Bahau(bhv) :(Suku Bahau di Kutai Barat, Kalimantan Timur)
2. Dialek Kayan Busang [bfg] : (Suku Busang, di Kutai Barat, Kalimantan Timur
3. Dialek Kayan Wahau [whu] : (Suku Kayan Wahau di Muara Wahau, Kutai
Timur, Kalimantan Timur)
4. Dialek Kayan Mahakam [xay] : (Suku Kayan Mahakam di Kutai Barat, Kalimantan
Timur)
5. Dialek Kayan Sungai Kayan [xkn] : Suku Kayan Sungai Kayan di (Malinau,
Kalimantan Timur)
6. Dialek Kayan Baram [KYS] : Suku Kayan Baram, (Sarawak)
7. Dialek Kayan Rejang [REE] : Suku Kayan Rejang (Sarawak)
8. Dialek Kayan Mendalam[XKD] : Suku Kayan Mendalam di (Kapuas Hulu,
Kalimantan Barat)
2. Modang :
1. Bahasa Modang [mxd] : (Suku Modang di Kutai Barat, Kalimantan Timur)
2. Bahasa Segai [sge] : (Berau, Kalimantan Timur)
3. Punan Muller-Schwaner :
1. Bahasa Aoheng [pni] : (Suku Aoheng/Suku Penihing di Kutai Barat, Kalimantan
Timur)
2. Bahasa Punan Aput [pud] : (Kalimantan Timur)
3. Bahasa Punan Merah [puf] : (Kalimantan Timur)
4. Bahasa Uheng-Kereho [xke] : Suku Punan Uheng-Kereho di (Kapuas Hulu,
Kalimantan Barat)
5. Bahasa Bukat [BVK] : (Suku Bukat di Kutai Barat, Kalimantan Timur)
6. Bahasa Hovongan [HOV] : Suku Punan Hovongan di (Kapuas Hulu, Kalimantan
Barat)
4. Murik
1. Dialek Kayan Murik [MXR] : Suku Kayan Murik di (Sarawak)

Dayak Ot Danum

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak_Ot_Danum

Suku Dayak Ot Danum atau Dayak Dohoi adalah suku asli Kalimantan Tengah yang terdapat di hulu-hulu sungai sebelah utara provinsi ini

Dayak Lawangan

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Lawangan

Suku Lawangan merupakan salah satu dari suku-suku Dusun (Kelompok Barito bagian Timur) sehingga disebut juga Dusun Lawangan. Suku-suku Dusun termasuk golongan sukubangsa Dayak rumpun Ot Danum sehingga disebut juga Dayak Lawangan. Suku Lawangan menempati bagian timur Kalimantan Tengah.

Menurut situs "Joshua Project" suku Lawangan berjumlah 109.000 jiwa.

Organisasi suku ini adalah "Dusmala" yang menggabungkan 3 suku Dayak yaitu Dusun, Maanyan dan Lawangan".

Subetnis suku Dayak Lawangan adalah
1. Suku Dayak Benuaq
2. Suku Dayak Bentian
3. Suku Dayak Bawo
4. Suku Dayak Tunjung
5. Suku Pasir
6. Suku Tawoyan (kedekatan bahasa 77%)
7. Suku Dusun Deyah (kedekatan bahasa 53%)

Dayak Dusun Malang

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak_Dusun_Malang

Suku Dayak Dusun Malang atau Suku Dayak Malang adalah suku Dayak dari rumpun Ot Danum (rumpun Barito Raya) yang mendiami sebelah barat Desa Muarainu, sebelah Timur Laut kota Muara Teweh yaitu di kecamatanLahei, Barito Utara, Kalimantan Tengah. Suku ini memiliki bahasa yang memiliki persamaan dengan bahasa suku dayak Maanyan (80%).

Dayak Tunjung

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Tunjung

Suku Tunjung/Dayak Tunjung adalah suku bangsa yang terdapat di Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.

Suku Tunjung mendiami daerah kecamatan :
1. Melak, Kutai Barat
2. Barong Tongkok, Kutai Barat
3. Muara Pahu, Kutai Barat
4. Desa Kelekat, Kembang Janggut, Kutai Kartanegara
5. Desa Bukit Layang, Kembang Janggut, Kutai Kartanegara
6. Desa Pulau Pinang, Kembang Janggut, Kutai Kartanegara
7. Desa Lamin Telihan, Kenohan, Kutai Kartanegara
8. Desa Teluk Bingkai, Kenohan, Kutai Kartanegara
9. Desa Lamin Pulut, Kenohan, Kutai Kartanegara

Tonyoy-Benuaq merupakan nama lain dari Tunjung-Benuaq. Kedua Suku Dayak ini merasa tidak terpisahkan baik dari segi sosial dan budaya. Namun sering pula disebutkan secara terpisah yaitu Suku Dayak Tunjung dan Suku Dayak Benuaq.

Paguyuban
Dewasa ini terdapat paguyuban/ormas untuk menyatukan kedua sub-etnis ini yaitu Sempekat Tonyoy-Benuaq (STB). STB juga merupakan anggota Persekutuan Dayak Kalimantan Timur (PDKT).

STA (sepekat tonyi ASA), gabungan sepuluh kampung dengan nama akhir asa seperti Balok Asa, Juhan Asa, Ngenyan Asa, Muara Asa, Pepas ASA, ..ASA.

dayak tunjung juga terbagi dua jenis.. ada yang di sebut Tunjung Tengah, suku tersebut berdomisili di barong tongkok dan memiliki logat sedikit keras. Sedangkan dayak Tunjung Pinggir atau di sebut juga Tunjung Rentenuk dengan domisili di kecamatan Linggang Bigung memiliki logat yang halus..

Organisasi Lain
Didaerah tunjung benuaq terdapat beberapa organisasi kepemudaan seperti:
  1. KPADK (komando Pertahanan Adat Dayak Kalimantan)
  2. LPADKT ( Laskar Pertahanan Adat Dayak Kalimantan Timur)
  3. Pungawa

Dayak Seberuang

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Seberuang

Suku Seberuang atau Dayak Seberuang adalah suku Dayak dari rumpun Iban yang terdapat di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

Suku Dayak Seberuang dalam kelompok besar menetap di :
1. Kecamatan Sepauk, Sintang
2. Kecamatan Tempunak, Sintang

Suku Dayak Seberuang merupakan suatu kelompok suku Ibanik Group yang merupakan salah satu mayoritas suku yang mendiami wilayah di Kabupaten Sintang.

Menurut Sejarah, raja yang pertama memerintah di kerajaan Sintang berasal dari hulu sungai Sepauk tepatnya di daerah bukit Kujau di Hulu sungai Sepauk dan Tempunak. Selain suku Dayak Seberuang, di daerah Sepauk khususnya berdiam pula suku Dayak Sekujam dan suku Dayak Sekubang. Kedua suku Dayak ini diyakini menetap lebih awal dikawasan ini yang kemudian karena ada perpindahan secara berkelompok oleh suku Dayak Seberuang yang berasal dari Tampun Juah maka hampir seluruh kawasan di sepanjang sungai Sepauk dan sungai Tempunak ditempati oleh orang Dayak Seberuang. Selain itu, Seberuang juga merujuk pada satu kecamatan yang berada di kabupaten Kapuas Hulu yaitu Seberuang, Kapuas Hulu.

Dayak Kebahan

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak_Kebahan

Suku Dayak Kebahan awalnya berasal dari Tanjung Bunga (Angus), Kayan kabupaten Sintang yang kemudian menyebar kedaerah pedalaman yang sekarang masuk di kabupaten Melawi antara lain desa Engkurai, Jaba, Poring, Nusa Kenyikap (lintah) dan Kayu Bunga. Suku Dayak Kebahan pesisir sungai Melawi dan sungai Pinoh (Kampung Liang, Kelakik, Tekelak, Tanjung Lai dll) memeluk agama Islam dan sampai saat ini Dayak Kebahan yang beragama Islam menganggap dirinya Melayu. jadi Dayak Kebahan yang memeluk agama Islam sekitar 60%, 40% sisanya Kristen dan Katolik. Ciri khas dari Dayak ini nampak dalam Gawai Dayak, khususnya waktu makan bersama di rumah Betang suku ini menyebutnya "berontang panjang" . berontang panjang ialah makan bersama dengan makanan yang disusun lurus panjang seperti huruf 'i" dibaringkan dan semua penduduk makan berhadap-hadapan. Tentunya beralaskan layan dan lampit (tikar yang dianyam).

Dayak Siang Murung

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak_Siang_Murung

Suku Siang atau Dayak Siang Murung adalah suku asli di kabupaten Murung Raya, bagian timur laut provinsi Kalimantan Tengah.

Menurut situs "Joshua Project" suku Siang berjumlah 80.000 jiwa.

Dayak Ngaju

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Ngaju

Suku Ngaju atau Dayak Ngaju (Biadju) adalah suku asli di Kalimantan Tengah. Menurut situs "Joshua Project" suku Ngaju berjumlah 253.000 jiwa.

Suku Besar Dayak Lawangan

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Besar_Dayak_Lawangan

Suku Besar Dayak Lawangan adalah Suku Besar yang menggabungkan beberapa suku Dayak dari Rumpun Ot Danum yang memiliki kedekatan kebudayaan dan adat istiadat, yaitu
1. Suku Lawangan ( lbx )
2. Suku Pasir ( lbx )
3. Suku Benuaq ( lbx )
4. Suku Bentian ( lbx )
5. Suku Dayak Bawo ( lbx )
6. Suku Tunjung ( tjg )

Bahasa rumpun ini termasuk ke dalam bahasa Barito.

Suku Bentian adalah suku Dayak yang termasuk Suku Besar Dayak Lawangan, termasuk rumpun Ot Danum.

Suku Bentian mendiami kecamatan :
1. Bentian Besar, Kutai Barat, Kalimantan Timur
2. Muara Lawa, Kutai Barat, Kalimantan Timur

Bahasa Bentian (lbx)
Bahasa Bentian termasuk golongan bahasa Lawangan, jadi kode bahasanya sama yaitu lbx

Dayak Dusun Witu

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Dayak_Dusun_Witu

Suku Dayak Dusun Witu adalah suku Dayak dari rumpun Ot Danum yang mendiami Buntok Kecil dan Desa Pendang ibukota kecamatan Dusun Utara, Barito Selatan, Kalimantan Tengah.

Bahasa Dusun Witu
Dusun Witu (duq) adalah bahasa selatan dituturkan di Borneo Kalimantan, Indonesia.

Salah satu dialek ialah Dusun Pepas.

Bahasa ini dianggap terancam. Bilangan orang yang menuturnya jatuh daripada 25,000 pada tahun 1981 ke 5,000 pada tahun 2003.

Kosakata
Sekitar 75% dari kosakata secara kasar setara dengan bahasa Maanyan, dengan 73% dari bahasa Paku. Kedua bahasa tersebut sangat terkait dengan Dusun Witu.

Dayak Benuaq

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Benuaq

Dayak Benuaq adalah salah satu anak suku Dayak di Kalimantan Timur.
Berdasarkan pendapat beberapa ahli suku ini dipercaya berasal dari Dayak Lawangan sub suku Ot Danum dari Kalimantan Tengah. Lewangan juga merupakan induk dari suku Tunjung di Kalimantan Timur. Benuaq sendiri berasal dari kata Benua dalam arti luas berarti suatu wilayah/daerah teritori tertentu, seperti sebuah negara/negeri. pengertian secara sempit berarti wilayah/daerah tempat tinggal sebuah kelompok/komunitas. Menurut cerita pula asal kata Benuaq merupakan istilah/penyebutan oleh orang Kutai, yang membedakan dengan kelompok Dayak lainnya yang masih hidup nomaden. Orang Benuaq telah meninggalkan budaya nomaden. Mereka adalah orang-orang yang tinggal di "Benua", lama-kelamaan menjadi Benuaq. Sedangkan kata Dayak menurut aksen Bahasa Benuaq berasal dari kata Dayaq atau Dayeuq yang berarti hulu.

Menurut leluhur orang Benuaq dan berdasarkan kelompok dialek bahasa dalam Bahasa Benuaq, diyakini oleh bahwa Orang Benuaq justru tidak berasal dari Kalimantan Tengah, kecuali dari kelompok Seniang Jatu. Masing-masing mempunyai cerita/sejarah bahwa leluhur keberadaan mereka di bumi langsung di tempat mereka sekarang. Tidak pernah bermigrasi seperti pendapat para ahli.

  1. Salah satu versi cerita leluhur mereka adalah Aji Tulur Jejangkat dan Mook Manar Bulatn. Keduanya mempunyai keturunan Nara Gunaq menjadi orang Benuaq, Sualas Gunaq leluhurnya orang Tonyoy/Tunjung, Puncan Karnaq leluhurnya orang Kutai.
  2. Orang Benuaq di kawasan hilir Mahakam dan Danau Jempang dan sekitarnya hingga Bongan dan Sungai Kedang Pahu mengaku mereka keturunan Seniang Bumuy.
  3. Seniang Jatu dipercaya merupakan leluhur orang Benuaq di kawasan Bentian dan Nyuatan. Dikisahkan bahwa Seniang Jatu diturunkan di Aput Pererawetn, tepi Sungai Barito, sebelah hilir Kota Muara Teweh (Olakng Tiwey). Kedatangan suku (mungkin orang Lewangan, Teboyan, Dusun dan sebagainya) dari Kalimantan Tengah justru berasimilasi dengan Orang Benuaq, dan ini menyebabkan Orang Benuaq mempunyai banyak dialek.
  4. Sedangkan orang Benuaq di kawasan hulu Kedang Pahu mengaku mereka keturunan Ningkah Olo. Menurut legenda Ningkah Olo pertama kali turun ke bumi, menginjakkan kakinya di daerah yang disebut dalam Bahasa Benuaq, Luntuq Ayepm (Bukit Trenggiling). Tempat ini diyakini sebagai sebuah bukit yang merupakan ujung dari Jembatan Mahakam, Samarinda Seberang, Kota Samarinda. Sisa Suku Dayak Benuaq di Kota Samarinda, akhirnya menyingkir ke utara kota, di kawasan Desa Benangaq, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara. Jadi menurut orang Dayak Benuaq justru merekalah yang pertama menjejakkan kaki di Bumi Samarinda jauh sebelum Kerajaan Kutai resmi berdiri di abad 4 M. Selanjutnya sebagian keturunannya berangsung-angsur menuju muara Sungai Mahakam bermukim di Jahitan Layar dan Tepian Batu dan sekitarnya. Sebagian yang menuju muara Mahakam, selanjutnya berlayar/berjalan ke arah selatan (Balikpapan, Paser dan Penajam). Hal ini mungkin bisa menjelaskan hubungan kekerabatan Dayak Benuaq dan Paser. Orang Benuaq di Kecamatan Bongan, Kutai Barat, berbahasa Benuaq berdialeq Paser Bawo. Sebagian lagi menuju pedalaman Sungai Mahakam. Sebagian keturunan yang masih 'tertinggal' di Tenggarong, bermukim di Kecamatan Tenggarong dan Tenggarong Seberang.
Penyebaran Geografis Suku Dayak Benuaq
Suku Dayak Benuaq dapat ditemui di sekitar wilayah Sungai Kedang Pahu di pedalaman Kalimantan Timur dan di daerah danau Jempang. Di Kalimantan Timur, sebagian besar mendiami Kutai Barat dan merupakan etnis mayoritas (+/- 60 %). Mendiami di Kecamatan Bongan, Jempang, Siluq Ngurai, Muara Pahu, Muara Lawa, Damai, Nyuwatan, sebagian Bentian Besar, Mook Manar Bulatn serta Barong Tongkok, di Kabupaten Kutai Kartanegara mendiami daerah Jonggon hingga Pondok Labu, Kecamatan Tenggarong, kawasan Jongkang hingga Perjiwa, Kecamatan Tenggarong Seberang. Bahkan Bupati Pertama Kutai Barat adalah putra Dayak Benuaq, termasuk Doktor (DR) pertama Dayak Indonesia dalam studi non-teologi juga dari putra Dayak Benuaq dari Kutai Barat.

Karena kedekatan kekerabatan Orang Benuaq dengan Orang Lawangan dan warga di sepanjang Sungai Barito umumnya, maka terdengar selentingan pada Orang Benuaq, mereka merasa layak jika Kabupaten Kutai Barat bergabung dengan wacana Provinsi Barito Raya.

Kedekatan orang Benuaq dengan orang Paser dapat disimak dari cerita rakyat Orang Paser "Putri Petung" dan "Mook Manor Bulatn" cerita rakyat orang Tonyoy-Benuaq, kedua-duanya terlahir di dalam "Betukng" atau "Petung" salah satu spesies/jenis bambu. Selanjutnya dialek orang Benuaq yang berdiam di Kecamatan Bongan sama dengan bahasa orang Paser.

Kekerabatan Orang Benuaq dengan Orang Kutai
Mengenai nama Kutai, ada pendapat bahwa itu memang bukan menunjuk nama etnis seperti yang menjadi identitas sekarang. Sebaliknya ada yang berpendapat nama Kutai selain menunjuk pada teritori. Sumpah Palapa Patih Gajah Mada di Majapahit sempat menyebutkan Tunjung Kuta, ada pula yang mengatakan tulisan yang benar adalah Tunjung Kutai. Dulu dalam buku sejarah Kutai ditulis Kutei, padahal istilah Kutei justru merupakan istilah dalam Bahasa Tunjung Benuaq, entah kapan istilah tersebut berubah menjadi Kutai. Istilah Kutai erat pula dengan istilah Kutaq – Tunjung Kutaq dalam bahasa Benuaq. Di pedalaman Mahakam terdapat nama pemukiman (kota kecamatan) bernama Kota Bangun – sekarang didiami etnis Kutai. Menurut catatan Penjajah Belanda dulu daerah ini diami orang-orang yang memelihara babi, dan mempunyai rumah bertiang tinggi. Menurut Orang Tunjung Benuaq, istilah Kota Bangun yang benar adalah Kutaq Bangun. Demikian pula di sekitar Situs Sendawar ada daerah yang namanya Raraq Kutaq (di Kec. Barong Tongkok, Kota Sendawar ibukota Kutai Barat). Kutaq dalam bahasa Tunjung atau Benuaq berarti Tuan Rumah, jadi orang Tunjung Benuaq lebih dahulu/awal menyebut istilah ini dibandingkan versi lain yang menyebut Kutai berasal dari Bahasa Cina – Kho dan Thai artinya tanah yang luas/besar.

Nama Tenggarong (ibukota Kutai Kartanegara) menurut bahasa Dayak Orang Benuaq adalah Tengkarukng berasal dari kata tengkaq dan karukng, tengkaq berarti naik atau menjejakkan kaki ke tempat yang lebih tinggi (seperti meniti anak tangga), bengkarukng adalah sejenis tanaman akar-akaran. Menurut Orang Benuaq ketika sekolompok orang Benuaq (mungkin keturunan Ningkah Olo) menyusuri Sungai Mahakam menuju pedalaman mereka singgah di suatu tempat dipinggir tepian Mahakam, dengan menaiki tebing sungai Mahakam melalui akar bengkarukng, itulah sebabnya disebut Tengkarukng, lama-kelamaan penyebutan tersebut berubah menjadi Tenggarong sesuai aksen Melayu.

Perhatikan pula nama-nama bangsawan Kutai Martadipura dan Kutai Kartenagara, menggunakan gelar Aji(id)[1] – bandingkan dengan nama Aji Tullur Jejangkat pendiri Kerajaan Sendawar (Dayak) – ayah dari Puncan Karna leluhur orang Kutai. Sisa kebudayaan Hindu yang sama-sama masih tersisa sebagai benang merah adalah Belian Kenjong, Belian Dewa serta Belian Melas/Pelas. Ketiga belian tersebut syair/manteranya menggunakan bahasa Kutai.

Sistem Kepercayaan
Animisme dan Dinamisme merupakan kepercayaan nenek moyang bangsa Indonesia secara umum. Bagi orang Dayak khususnya kepercayaan Dayak Benuaq lebih dari Animisme dan Dinamisme, tetapi meyakini bahwa alam semesta dan semua makhluk hidup mempunyai roh dan perasaan sama seperti manusia, kecuali soal akal.

Oleh sebab itu bagi Suku Dayak Benuaq segenap alam semesta termasuk tumbuh-tumbuhan dan hewan harus diperlakukan sebaik-baiknya dengan penuh kasih sayang. Mereka percaya perbuatan semena-mena dan tidak terpuji akan dapat menimbulkan malapetaka. Itu sebabnya selain sikap hormat, mereka berusaha mengelola alam semesta dengan se-arif dan se-bijaksana mungkin.

Meskipun sepintas kepercayaan orang Dayak Benuaq seperti polytheisme, tetapi mereka percaya bahwa alam semesta ini diciptakan dan dikendalikan oleh penguasa tunggal yaitu Letalla. Letalla mendelegasikan tugas-tugas tertentu sesuai dengan bidang-bidang tertentu, kepada para Seniang, Nayuq, Mulakng dll. Seniang memberikan pembimbingan, sedangkan Nayuq akan mengeksekusi akibat pelanggaran terhadap adat dan norma.

Fungsi Patung (Belontakng) dalam Kepercayaan Dayak Benuaq
Terjadi kesalahan anggapan termasuk para ahli, bahwa Suku Dayak membuat patung untuk mereka sembah sebagai symbol sesembahan masyarakat Dayak Benuaq. Oleh karena kesalahan persepsi ini, seringkali masyarakat Dayak Benuaq dianggap suku penyembah berhala.

Banyak jenis patung yang dibuat Suku Dayak Benuaq bukan untuk disembah atau dipuja, tetapi justru harus diludahi setiap orang yang melewatinya. Ada juga patung yang dibuat untuk mengelabui roh jahat atau makhluk halus agar tidak menggangu manusia. Jadi patung lebih daripada wujud/tanda peringatan baik untuk berbuat baik atau larangan terhadap perbuatan jahat.

Sistem Sosial dan Adat Istiadat
Masyarakat Suku Dayak Benuaq menganut system matrilineal.

Dalam rangka pengelolaan alam semesta termasuk hubungan antar mahluk hidup dan kematiannya serta hubungan dengan kosmos, haruslah sesuai dengan adat istiadat dan tata karma yang telah diwariskan oleh nenek moyang orang Benuaq. Adat istiadat dan tata karma diwariskan sama tuanya dengan keberadaan Suku Dayak Benuaq di Bumi. Orang Suku Dayak Benuaq percaya bahwa Sistem Adat yang ada bukanlah hasil budaya, tetapi mereka mendapatkan dari petunjuk langsung dari Letalla melalui para Seniang maupun melalui mimpi.

Orang Dayak Benuaq, percaya bahwa system adatnya telah ada sebelum negara ini lahir. Itu sebabnya mereka tidak menerima begitu saja, pendapat yang mengatakan bahwa dengan lahir Negara dan aturan dapat menghilangkan aturan Adat Istiadat Suku Dayak Benuaq.

Paling tidak ada 5 pilar/tiang adat Suku Dayak Benuaq :
1. Adet
2. Purus
3. Timekng
4. Suket
5. Terasi

Kelimanya harus dijalankan / menjadi pegangan dalam melaksanakan adat istiadat di Bumi, jika tidak akan terjadi ketidak adilan dan kekacauan di masyarakat. Selain itu penyimpangan baik sengaja maupun tidak sengaja oleh pemangku adat akan mendapat kutukan dari Nayuk Seniang. Perwujudan dari kutukan ini bias berbentuk kematian baik mendadak maupun perlahan-lahan, juga bias berbentuk kehidupan selalu mendapat bencana/malapetaka serta susah mendapatkan rejeki.

Lou (dibaca: lo-uu ; Lamin)
Sebagaimana masyarakat Dayak umummya, Dayak Benuaq juga mempunyai tradisi rumah panjang. Dalam masyarakat Dayak Benuaq, tidak semua rumah panjang dapat disebut Lou (Lamin).

Rumah panjang dapat disebut lou (lamin) jika mempunyai minimal 8 olakng. Olakng merupakan bagian/unit lou. Dalam satu olakng terdapat beberapa bilik dan dapur. Jadi olakng bukan bilik/kamar sebagaimana rumah besar, tetapi olakng merupakan sambungan bagian dari lou.

Banyaknya olakng dalam rumah panjang bagi Suku Dayak Benuaq dapat menunjukkan level/bentuk kepemimpinannya. Itu sebabnya rumah panjang yang besar (lou) sering disebut kampong besar atau benua. Berdasarkan pengertian ini lou seringkali berkonotasi dengan kampong atau benua.

Berdasarkan ukuran dan system kepemimpinan rumah panjang, masyarakat adapt Dayak Benuaq membedakan rumah panjang sekaligus model pemukiman masyarakat sebagai:
1. Lou (lamin)
2. Puncutn Lou / Puncutn Benua
3. Puncutn Kutaq
4. Tompokng
5. Umaq (Huma / Ladang).

Tanaa Adeut (Tanah Ulayat - Tanah Adat)
Hutan dan segala isinya bagi Suku Dayak Benuaq merupakan benda/barang adat. Itu sebabnya pengelolaannya harus berdasarkan system adat istiadat. Pada zaman Orde Baru Suku Dayak Benuaq mengalami zaman yang paling buruk. Hutan sebagai ibu pertiwi mereka disingkirkan dari orang Benuaq dengan berdalih pada Undang-Undang terutama pada Undang-Undang Agraria. Sehingga rejim Orba dengan mudah memisahkan Suku Dayak Benuaq dengan sumber satu-satu penghidupan mereka saat itu, ditambah lagi dengan disebarnya aparat keamanan dan pertahanan untuk menjadi tameng perusahaan-perusahaan HPH. Namun menjadi keanehan bahwa Orang Dayak (Benuaq)lah yang menyebabkan degradasi hutan besar-besaran sebagai dampak system perladangan bergulir, yang disebut-sebut sebagai perladangan berpindah.

Berdasarkan ciri/status hutan dapat dibedakan atas :
* Urat Batekng
* Simpukng Munan (Lembo)
* Kebon Dukuh
* Ewei Tuweletn
* Lati Rempuuq
* Lati Lajah

Berdasarkan suksesi hutan dapat dibedakan atas:
* Bengkar Bengkalutn – Bengkaar Tuhaaq (Hutan Primer)
* Bengkaar Uraaq (Hutan Sekunder Tua; 15-35 tahun)
* Urat Batekng / Batekng (Hutan Sekunder Muda ; 10-15 tahun)
* Balikng Batakng (7-10 tahun)
* Kelewako (2-3 tahun)
* Baber (1-2 tahun)
* Umaaq (huma/ladang) 0 – 1 tahun

Prosesi Adat Kematian
Prosesi adat kematian Dayak Benuaq dilaksanakan secara berjenjang. Jenjang ini menunjukkan makin membaiknya kehidupan roh orang yang meninggal di alam baka. Orang Dayak Benuaq percaya bahwa alam baqa memiliki tingkat kehidupan yang berbeda sesuai dengan tingkat upacara yang dilaksanakan orang yang masih hidup (keluarga dan kerabat).

Alam baka dalam bahasa Benuaq disebut secara umum adalah Lumut. Di dalam Lumut terdapat tingkat (kualitas) kehidupan alam baqa. Kepercayaan Orang Dayak Benuaq tidak mengenal Nereka. Perbuatan-perbuatan jahat yang dilakukan Orang Dayak Benuaq telah mendapat ganjaran selama mereka hidup, baik berupa tulah, kutukan, bencana/malapetaka, penderitaan dll. Itu sebabnya Orang Dayak Benuaq meyakini jika terjadi yang tidak baik dalam kehidupan berarti telah terjadi pelanggaran adat dan perbuatan yang tidak baik. Untuk menghindari kehidupan yang penuh bencana, maka orang Dayak Benuaq berusaha menjalankan adat dengan sempurna dan menjalankan kehidupan dengan sebaik-baiknya.

Secara garis besar terdapat 3 tingkatan acara Adat kematian :
1. Parepm Api
2. Kenyaw
3. Kwangkey Kewotoq (Kwangkey)

Bahasa Benuaq
Bahasa Benuaq termasuk dalam Bahasa Lawangan dengan kode bahasa lbx.

aab, akuuq - saya
ko - kamu/anda (tunggal)
ka - kamu/anda (jamak)
kaiq - kami
uhaq - dia (laki/perempuan)
ulutn - mereka
ootn, oon - apa
nceq - siapa
klemeq - bagaimana
on tulatn, on siotn - mengapa
momeq, bomeq - dimana
ituuq - ini
aruuh - itu
la duuh - ke sana
la tuuq - ke sini
bo/mo duuh - di sana
bo/mo ituuq - di sini
kakatn - mau
monyu - suka
mate - mati
bolupm - hidup
danum - air
tanaa - tanah, bumi
lati - hutan
daya - darah
uteuk - kepala
kami - tangan
bongkekng - punggung
pooq - paha
kokot/kenekng - kaki
bawe - perempuan/wanita, betina
sookng - laki
laki-lakeng - banci/waria
sunge - sungai
tasik - laut
noheun / kenohan - danau

Budaya Benuaq:

Kain Ulap Doyo
Selain Keseniannya, Suku Dayak Benuaq, terkenal dengan kain khasnya yang disebut Ulap Doyo. Ini merupakan satu-satunya kelompok Dayak yang memiliki seni kerajinan kain. Dewasa ini kerajinan Ulap Doyo hanya dijumpai di Kecamatan Jempang.

Seni Patung dan Ukir

Lagu:
1. Bedone

Seni Suara:
1. Bedeguuq
2. Berijooq
3. Ninga

Seni Berpantun:
1. Perentangin
2. Ngelengot
3. Ngakey
4. Ngeloak

Seni Tari:
1. Tari Gantar
2. Tari Ngeleway
3. Tari Ngerangkaw

Belian/Penyembuhan Penyakit:
1. Beliatn Bawo
2. Beliatn Bawe
3. Beliatn Sentiyu
4. Beliatn Kenyong
5. Beliatn Luangan
6. Beliatn Bejamu

Tolak Bala / Hajatan / Selamatan:
1. Nuak
2. Bekelew
3. Nalitn Tautn
4. Paper Maper
5. Besamat
6. Pakatn Nyahuq

Perkawinan:
1. Ngompokng

Upacara Adat Kematian:
1. Kwangkey/Kuangkay
2. Kenyeuw
3. Parepm Api/Tooq