Kamis, 29 Juli 2010

Membakar Kalimantan Demi Minyak Kelapa Sawit


Para Pemasok Unilever Membakar Kalimantan Demi Minyak Kelapa Sawit; Greenpeace Menuntut Moratorium Konversi Hutan
April 21, 2008

http://www.greenpeace.org/seasia/id/press/press-releases/para-pemasok-unilever-membakar

Jakarta/Singapore, Indonesia — Unilever, nama dibalik berbagai merek besar dunia, termasuk sabun Dove, menyumbang perusakan hutan serta lahan gambut Indonesia, ekosistem terakhir di muka bumi yang merupakan cadangan karbon yang besar serta merupakan habitat orangutan serta satwa langka lainnya, menurut organisasi lingkungan hidup Greenpeace.

Dalam laporan yang bernada keras, bertajuk “Membakar Kalimantan”, Greenpeace membeberkan laporan baru yang menunjukkan titik-titik dimana para pemasok Unilever menghancurkan hutan gambut dan habitat orangutan demi menanam kelapa sawit, salah satu bahan penting dalam pembuatan merek sabun terkenal Unilever.

“Sungguh keterlaluan apabila hutan hujan kita terus dirusak demi produksi minyak kelapa sawit.

Kami telah berkali-kali menyerukan pemerintah Indonesia untuk menyatakan moratorium guna menyelamatkan hutan dan lahan gambut tersisa dari penghancuran hanya demi sabun dan shampo,” kata Hapsoro, juru kampanye hutan Greenpeace Asia Tenggara, “Kini Greenpeace menyerukan para industri pengguna utama minyak kelapa sawit berhenti membeli dari perusahaan-perusahaan yang merusak hutan dan lahan gambut,” ujar Hapsoro.

Kerusakan hutan Indonesia terjadi lebih pesat dibandingkan negara pemilik hutan lainnya di dunia. Hal ini menjadikan Indonesia penyumbang emisi gas rumah kaca terbesar ketiga di muka bumi (1).

Lahan gambut yang dalam di kawasan ini ketika dikeringkan dan kemudian dibakar dalam proses mempersiapkan lahan baru untuk perkebunan kelapa sawit menghasilkan karbon dioksida dalam jumlah yang besar. Kawasan lahan gambut ini bertanggung jawab atas 4% dari jumlah emisi gas rumah kaca dunia (2).

Laporan dapat dilihat di sini

Laporan ini juga menjelaskan bagaimana pertumbuhan sektor kelapa sawit memberikan dampak buruk terhadap keanekaragaman hayati. Jumlah populasi orangutan merosot drastis dan terancam kepunahan(3). Dengan memetakan kawasan yang dikendalikan oleh perusahaan-perusahaan kunci yang menjadi pemasok perusahaan Unilever, laporan ini menjelaskan bagaimana perusahaan dengan hubungan langsung dengan Unilever saat ini membabat habitat orangutan yang tersisa. Laporan ini juga mencakup riset lapangan yang dilakukan oleh Greenpeace di bulan-bulan awal tahun 2008.

“Kami tercengang saat mengetahui bagaimana Unilever, yang merupakan salah satu pengguna minyak kelapa sawit terbesar di dunia dan merupakan pemrakarsa utama Roundtable of Sustainable Palm Oil (RSPO), suatu organisasi industri yang dibentuk untuk memastikan produksi minyak kelapa sawit yang ramah lingkungan, ternyata tidak melakukan apapun untuk mengehentikan para pemasok merusak hutan serta lahan gambut,” ujar Sue Connor dari Greenpeace Internasional di Jakarta, “Kecuali Unilever membersihkan segenap operasinya orangutan akan punah lebih cepat, kita kehilangan kesempatan bertindak mencegah bencana iklim.”

- Greenpeace menyerukan Unilever agar secara terbuka mendeklarasikan penghentikan perluasan lahan kelapa sawit pada kawasan hutan dan lahan gambut serta berhenti berbisnis dengan pemasok yang terus merusak hutan hujan.

- Greenpeace menyerukan pemerintah Indonesia untuk segera mendeklarasikan moratorium konversi lahan gambut dan hutan dengan kriteria minimum sebagai berikut:

1. Tidak ada perkebunan baru dalam kawasan hutan yang sudah dipetakan

2. Tidak ada perkebunan baru yang dibuka dengan cara merusak lahan gambut

3. Tidak ada perkebunan atau perluasan areal perkebunan pasca-November 2005 yang dihasilkan dari deforestasi atau merusak kawasan dengan nilai konservasi tinggi (High Conservation Value Forest, HCVF).

4. Tidak ada perkebunan atau perluasan areal perkebunan pada kawasan masyarakat adat atau kelompok masyarakat yang menggantungkan hidup mereka pada hutan tanpa persetujuan mereka yang diambil tanpa tekanan (free prior informed consent, FPIC).

5. Menginformasikan secara terbuka rantai lacak pasokan serta sistem segregasi yang dapat menandai dan mengecualikan minyak kelapa sawit dari kelompok yang gagal memenuhi kriteria di atas.

Greenpeace adalah organisasi kampanye yang independen, yang menggunakan konfrontasi kreatif dan tanpa kekerasan untuk mengungkap masalah lingkungan hidup, dan mendorong solusi yang diperlukan untuk masa depan yang hijau dan damai.


Catatan Kaki :

(1) Wetlands International, Peatland degradation fuels climate change, November 2006

(2)Cooking the Climate, Greenpeace Report , November 2007

(3)The Last Stand of the Orangutan; State of Emergency: Illegal Logging, Fire and Palm Oil in Indonesia’s National Parks, UNEP, Feb 2007

(4) AFP (2007) ‘Activists: Palm oil workers killing endangered Orang-Utans.
Catatan Redaksi

Menurut Pusat Perlindungan Orang-Utan (Centre for Orangutan Protection), setidaknya 1.500 orangutan mati di tahun 2006 akibat serangan yang disengaja oleh pekerja perkebunan. (4)

Sejak tahun 1900, jumlah orangutan Sumatera diperkirakan turun 91%, dengan angka terbesar di akhir abad ke-20.

Sejak tahun 1990, 28 juta hektar hutan Indonesia – dengan ukuran sama dengan Ekuador – telah dihancurkan, sebagian besar akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit. Permintaan akan minyak kelapa sawit diperkirakan akan meningkat berlipat ganda; dua kali lipat pada tahun 2030 dan tiga kali pada tahun 2050 dibandingkan dengan tahun 2000.
Informasi visi, video, foto dan laporan

1. Tersedia foto dan video kerusakan hutan serta orangutan di lahan perkebunan kelapa sawit. 2. Tersedia video orangutan yang terluka di perkebunan kelapa sawit.
Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:

*
Hapsoro, Juru Kampe Hutan Greenpeace Asia Tenggara, +62 813 7848 9700
Sue Connor, Juru Kampanye Hutan Greenpeace Internasional +62 813 1594 3404 / +64 21 2299 594
Adhityani Arga, Juru Kampanye Media Greenpeace Asia Tenggara +62 813 980 999 77

Tidak ada komentar:

Posting Komentar